Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jawa Timur (BPBD Jatim) pada Rabu (26/10/2022) dan Kamis (27/10/2022) menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan dengan tema “Tangguh Bersama Unsur Pentahelix” di Hotel Aria Gajayana, Malang.
Andhika N. Sudigda Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Jatim pada suarasurabaya.net, Rabu (26/10/2022) mengatakan sesuai dengan temanya, rakor kali ini mengundang lima unsur yakni dari pemerintah, dunia usaha, akademisi, media dan masyarakat. Tujuannya agar dalam penanggulangan bencana ke depan, kelima unsur tersebut bisa bekerjasama lebih dalam lagi.
“Tujuannya untuk menyamakan persepsi. Karena sejauh ini, kalau penanggulangan bencana tidak dilakukan bersama-sama maka hasilnya pasti kurang (maksimal). Apalagi dunia usaha sejauh ini juga masih dinilai kurang terlibat dalam penanggulanngan bencana,” ujar Andhika.
Tidak hanya dari unsur dunia usaha, kata Andhika, masyarakat ke depannya akan dilibatkan lebih jauh dalam penanggulangan bencana. Dia mencontohkan beberapa upaya BPBD Jatim terkait hal tersebut, salah satunya adalah membentuk desa tangguh bencana yang sejauh ini ada sekitar 700 desa.
“Dari total desa yang rawan bencana di Jatim, ada sekitar 2742 dan tahun ini baru ada penambahan 40 yang baru jadi. Artinya PR (pekerjaan rumah) kami masih sangat banyak untuk mengedukasi dan memberikan penguatan kepada masyarakat,” ungkapnya.
Kemudian, BPBD Jatim juga membuka tenda pendidikan aman bencana di kantornya. Nantinya, para siswa sekolah mulai dari tingkat SD-SMA, khususnya yang ada di kawasan rawan bisa diedukasi agar lebih siaga menghadapi potensi bencana di wilayahnya.
“Selain itu juga ada mobil edukasi yang bisa jemput bola untuk men-suport tenda pendidikan bencana tadi,” imbuh Andhika.
Kabid Pencegahan Kesiapsiagaan BPBD Jatim itu juga menjelaskan, dari data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPP), dalam kurun waktu 2022 sampai 2026 di Provinsi Jatim terdapat 14 risiko ancaman bencana. Mulai dari banjir, cuaca dan gelombang ekstrem, gempa bumi, kebakaran hutan, kegagalan teknologi, kekeringan, erupsi gunung, tanah longsor, tsunami, pandemi Covid-19 dan lain sebagainya.
Untuk itulah, melalui forum tersebut, diharapkan dapat membangun kesadaran kolektif akan kepedulian terhadap penanggulangan bencana. Juga, menyamakan persepsi dalam perencanaan pelaksanaan program, mulai dari lembaga tingkat provinsi sampai tingkat kabupaten/kota.
“Upaya sinergi dengan seluruh masyarakat, juga mengkoordinasi antar lembaga dalam suatu penanganan bencana agar lebih profesional,” pungkasnya. (ipg/bil/dfn)