Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memerintahkan jaksa penuntut umum (JPU) kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) dengan terdakwa Ferdy Sambo, melanjutkan pemeriksaan perkara untuk membuktikan tindak pidana.
Ini karena majelis hakim menolak nota keberatan (eksepsi) Ferdy Sambo dalam putusan sela yang dibacakan Wahyu Iman Santosa Ketua Majelis Hakim, siang hari ini, Rabu (26/10/2022), dalam sidang lanjutan di Gedung PN Jakarta Selatan.
“Menolak keberatan dari penasihat hukum terdakwa Ferdy Sambo untuk seluruhnya,” ucap Hakim Wahyu.
Majelis hakim menilai surat dakwaan yang disusun jaksa penuntut umum (JPU) sudah jelas mendeskripsikan peran terdakwa dalam perkara, tindak pidana yang dilakukan, serta waktu dan tempat kejadian tindak pidana.
Selain itu, majelis hakim juga menyatakan surat dakwaan sudah mendeskripsikan dengan jelas cara terdakwa melakukan tindak pidana, apa yang dihasilkan, serta motivasi terdakwa.
Dengan adanya putusan tersebut, majelis hakim memerintahkan jaksa penuntut umum melanjutkan pemeriksaan perkara untuk membuktikan tindak pidana.
Mengenai biaya perkara, majelis hakim memutuskan menangguhkan sampai putusan akhir perkara.
Pada persidangan sebelumnya, Tim Pengacara Sambo menyampaikan keberatan atas dakwaan jaksa.
Mereka menilai surat dakwaan tidak disusun dengan hati-hati, menyimpang dari hasil penyidikan, serta tidak memenuhi syarat materiil.
Seperti diketahui, Penyidik Tim Khusus Bareskrim Polri menetapkan lima orang tersangka kasus meninggalnya Brigadir J. Masing-masing Ferdy Sambo, Richard Eliezer, Ricky Rizal, Kuat Maruf, dan Putri Candrawathi.
Di persidangan, para tersangka didakwa dengan Pasal 340 KUHP soal pembunuhan berencana dengan ancaman pidana penjara 20 tahun, seumur hidup, atau hukuman mati.
Sedangkan Bharada E yang berstatus justice collaborator, ada dakwaan alternatif Pasal 338 KUHP tentang pidana pembunuhan, dengan ancaman hukuman selama-lamanya 15 tahun penjara.(rid/dfn)