Anwar Sadad Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur (Jatim) melakukan napak tilas ke tempat-tempat sejarah Hari Santri di Kota Surabaya. Jejak perjuangan yang terekam mengingatkan santri untuk berperan mengisi kemerdekaan.
Penjara Koblen di Kecamatan Bubutan Kota Surabaya adalah lokasi pertama yang dikunjungi hari ini, Sabtu (22/10/2022) sore.
Wakil Ketua DPRD Jatim itu menyebut Penjara Koblen merupakan tempat Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari pernah menjadi tahanan politik.
“Di tempat itu selama 3 bulan, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari pernah menjadi tahanan politik. Hari ini kita napak tilas, sekaligus mengingat kembali memori-memori perjuangan para santri dahulu,” kata Sadad, Sabtu (22/10/2022).
Gus Sadad, sapaan akrabnya kemudian melanjutkan bahwa setelah menjadi tahanan politik selama tiga bulan, Hasyim Asy’ari kemudian dibebaskan oleh Bung Tomo dan arek-arek Suroboyo.
“Tempat ini bersejarah, saya kira ini salah satu tempat terpenting dalam bukti sejarah, bahwa santri, arek-arek Suroboyo melawan bahkan mengusir penjajah,” tegasnya.
Gus Sadad yang juga merupakan Ketua DPD Gerindra Jatim ini tidak sendiri, dia bersama anggotanya di DPRD Surabaya, pengurus dan kader. Setelah dari Penjara Koblen, napak tilas berlanjut ke gedung Hoofdbestuur Nahdlatoel Oelama atau Kantor PCNU Surabaya di Jalan Bubutan yang saat itu dipilih para ulama sebagai tempat resolusi.
“Kantor ini sebagai tempat di mana para ulama pada tanggal 21-22 Oktober mengadakan pertemuan dan akhirnya bersepakat mengeluarkan resolusi. Perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia penuh dengan kisah penderitaan dan pengorbanan dari para ulama dan santri,” ungkap Gus Sadad.
“Bahkan, Haji Agus Salim pahlawan nasional dari Sumatera Barat, mengatakan ‘leiden en lijden‘, pemimpin itu menderita. Sebagai generasi penerus kita menghayati makna penderitaan dan pengorbanan para pahlawan,” sambungnya.
Sadad menyatakan, Hari Santri adalah pengakuan atas perjuangan para santri, merebut kemerdekaan. Sementara di era kini, para santri menurutnya harus mengambil peran mengisi Kemerdekaan.
“Spirit Fatwa Jihad Hadratussyaikh dan Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama di era kini harus direaktualisasi dalam bentuk jihad melawan kebodohan, kemiskinan, kelaparan, dan sebagainya. Ruang bagi santri untuk terlibat memperbaiki kualitas kehidupan kebangsaan telah terbuka lebar dengan adanya pengakuan terhadap peran serta para santri melalui Hari Santri Nasional,” paparnya.
Perjuangan itu bukan lagi berperang, tetapi menunjukkan kemampuan agar yang diperjuangkan para ulama tidak sia-sia.
“Jawaban atas pengakuan tersebut adalah kompetensi. Itulah cara kita sebagai santri menghargai seluruh pengorbanan para ulama di masa-masa revolusi fisik merebut Kemerdekaan,” pungkasnya.(lta/rum/iss)