Sabtu, 23 November 2024

Pengamat Menilai Go-Jek Lebih Matang Sejahterakan Pengemudi

Laporan oleh Zumrotul Abidin
Bagikan
GO-JEK menggandeng Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menyediakan kemudahan akses bagi para mitra driver. Foto: Dok Gojek.

Harryadin Mahardhika Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia di Jakarta, Sabtu (3/11/2018) menilai, penyedia transportasi daring, Go-Jek lebih matang dalam skema bisnis ketimbang kompetitornya, Grab karena mereka mulai bergeser dan tidak lagi mengejar akuisisi konsumen baru.

“Ini membuat penyesuaian tarifnya bisa tetap menjamin kesejahteraan mitra pengemudi,” katanya.

Mereka mengajukan tuntutan mulai dari skema pentarifan, perjanjian kemitraan yang transparan, serta protes terhadap penghentian operasional sementara aplikasi pada pengemudi (suspend).

Pengajar tetap pada program studi Magister Manajemen UI ini menilai, apa yang dilakukan Go-Jek saat ini lebih kepada upaya mencapai keseimbangan bisnis.

Artinya, kata dia, penerapan tarif dari berbagai layanan yang keuntungannya besar, dialihkan perusahaan untuk menjaga pendapatan mitranya.

“Dari tarif yang ada, tidak mengorbankan pendapatan mitra pengemudi dan tetap stabil,” katanya dilansir Antara.

Kondisi itu, kata dia, sedikit berbeda dengan yang dihadapi oleh bisnis Grab di Indonesia. “Grab bisa dibilang sebagai penantang masih memikirkan bagaimana mendapatkan sebanyak mungkin pelanggan atau pengguna baru dengan menerapkan harga kompetitif atau di bawah Go-Jek,” kata Harryadin.

Ia berpendapat, tarif murah ini tentu berpengaruh pada pendapatan pengemudi Grab. Karena alokasi subsidi harga lebih banyak dikeluarkan supaya konsumen dapat harga lebih murah, tapi punya kecenderungan mengorbankan pendapatan mitra pengemudi jadi lebih kecil.

Namun, Harryadin juga melihat perlu adanya upaya penyesuaian harga antara perusahaan penyedia aplikasi transportasi dengan konsumen supaya bisnis ini tetap eksis.

Oleh karena itu, dia mengusulkan agar skema penerapan harga ini perlu dicari bentuk terbaik supaya mitra pengemudi mendapatkan keuntungan yang sepadan dan perusahaan juga tetap bisa kuat.

“Terutama untuk lini kendaraan roda empat ya. Kita bisa lihat skema menghamburkan banyak promo dengan mengorbankan pendapatan pengemudi malah membuat Uber angkat kaki dari Asia Tenggara,” kata Harryadin. (ant/bid)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
33o
Kurs