Endang Budi Karya menerangkan, jika penyelenggaraan wayang orang tidak hanya menyajikan hiburan. Namun juga memberikan tuntunan kehidupan sehari-hari bagi generasi milenial.
Dalam pertunjukan wayang orang bertema Adeging Nagari Indraprasta di Gedung Kesenian Jakarta, Jakarta Pusat, pada Jumat (2/11/2018) malam, Endang yakin memukau penonton dengan berperan sebagai Dewi Sudaksina istri Prabu Matswapati.
“Ini pengalaman pertama, tapi saya sangat antusias apalagi latihan sudah sampai empat kali. Tantangannya tentu saya harus mengetahui dan watak apa yang harus dimainkan,” kata istri Budi Karya Sumadi Menteri Perhubungan, dilansir Antara, Minggu (4/11/2018).
“Untuk generasi milenial, mari kita lestarikan budaya bangsa, wayang orang, yang memiliki filosofi sangat mendidik dalam kehidupan sehari-hari. Melestarikan wayang orang yang asli dari kebudayaan Indonesia juga menjadi sebuah wujud agar kesenian ini tidak punah begitu saja,” imbaunya.
Apalagi, lanjutnya, ini juga sebagai salah satu program pemerintah dalam bidang pariwisata guna menarik para wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Indonesia. Terutama bagi generasi muda yang saat ini masih minim pengetahuannya mengenai legenda-legenda di Indonesia.
Dengan demikian, menambah wawasan dan memberi pengalaman yang menjadikan para penikmat seni tergugah untuk terus melestarikan kekayaan yang dimiliki Indonesia ini.
“Saya ingin terlibat di sini karena ingin memberikan contoh kepada kaum muda untuk sama-sama kita melakukan pelestarian budaya bangsa dan ikut mempromosikan kekayaan tanah air,” tambahnya.
Meski generasi saat ini lebih banyak menonton bioskop atau pergi ke pusat perbelanjaan, tetap optimis masih ada yang asyik menyaksikan pagelaran wayang orang secara langsung.
Sebab, hal itu bisa menarik banyak orang termasuk kids zaman now untuk ikut terlibat, bahkan wisatawan yang pada akhirnya memilih menghabiskan waktunya menyaksikan budaya tradisional ini.
“Pertunjukan wayang orang lebih ekspresif dan nyaman. Saya juga yakin minat pemuda terhadap wayang orang masih tinggi dan akan terus meningkat dan mendapat tempat di hati warga,” kata dia.
Meski demikian, dia juga menyadari perkembangan wayang orang akan berjalan dengan mendapatkan tantangan dan halangan. Budaya modern yang menyerbu, diharapkan tidak membuat kesenian wayang orang terus terpuruk.
Tahun 50-an sampai akhir 70-an, pertunjukan seni tradisional mengalami masa keemasan. Namun karena adanya berbagai faktor yang mempengaruhi kondisi pertunjukan tradisonal, sekitar tahun 80-an, pertunjukan seni tradisional mengalami masa surut.
“Saya harap para pemain wayang orang tetap akan menjalankan tugasnya,” pintanya.
Wayang orang disebut juga dengan istilah wayang wong (bahasa Jawa) adalah wayang yang dimainkan dengan menggunakan orang sebagai tokoh dalam cerita wayang tersebut.
Sesuai dengan nama sebutannya, wayang tersebut menampilkan manusia sebagai pengganti boneka-boneka wayang tersebut. Mereka memakai pakaian dan hiasan-hiasan hingga gambar atau lukisan di wajah.
Pertunjukan wayang orang ini diselingi dengan lagu-lagu Jawa, yang diiringi dengan gamelan yang disajikan. Penonton yang hadir juga bukan hanya dari Jakarta tetapi juga dari Bogor, Bekasi dan Tangerang.
Sedangkan pesan moral yang bisa diambil dari dalam cerita, yakni setia perbuatan akan mendapatkan ganjaran yang setimpal dan perjuangan yang didasari atas kesabaran, ketekunan dan kerja keras akan membuahkan hasil gemilang.
Drama ini disutradari oleh Mudjo Setiyo sekaligus penulis naskah dan koreografer Nanag Ruswandi serta dalang Undung Wiyono kemudian para parawit dari Sanggar Bharata dan para pengemudi Blue Bird dan di bawah naungan Paguyuban Seni Budaya Indoneaia (SBI).
Di antaranya, pertunjukan ini juga diperankan Endang Purnomo (berperan sebagai R.Kumbalwati), Exacty Sukamdani (Dewi Khunti), Noni Sri Aryati Purnomo (R.Arjuna) dan Hendardji Soepandji (Begawan Abiyasa), serta diperkaya dengan sentuhan kekinian yang dapat dilihat dari kostum, tata panggung, dan aransemen musik modern. Dengan adanya unsur kekinian, diharapkan pertunjukan ini dapat memperkenalkan kembali kisah pewayangan pada generasi yang lebih muda. (ant/ang)