Senin, 25 November 2024

Di Forum IMF, Gubernur BI Serukan Pentingnya Kerja Sama Menghadapi Ancaman Krisis Ekonomi

Laporan oleh Dhafintya Noorca
Bagikan
Perry Wajiyo Gubernur Bank Indonesia saat menghadiri pertemuan IMF. Foto: BI

Perry Wajiyo Gubernur Bank Indonesia (BI) dan Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan RI menghadiri Pertemuan Tahunan International Monetary Fund dan World Bank (IMF-World Bank), termasuk di dalamnya Pertemuan Keempat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (4th Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting) negara G20, tanggal 11-16 Oktober 2022, di Washington D.C, Amerika Serikat.

Pertemuan tersebut menyoroti aktivitas perekonomian global yang mengalami perlambatan secara luas dan lebih tajam dibandingkan perkiraan, dengan tingkat inflasi yang tinggi.

Outlook perekonomian dipengaruhi oleh krisis biaya hidup (cost-of-living), pengetatan kondisi sektor keuangan di sebagian besar kawasan, konflik Rusia dengan Ukraina, serta dampak pandemi Covid-19 yang masih membebani.

“Tema Global Policy Agenda IMF: Act Now, Act Together, telah sejalan dan saling melengkapi dengan tema Presidensi G20 Indonesia tahun 2022, dapat pulih bersama dan pulih lebih kuat: Recover Together, Recover Stronger,” ujarnya seperti dilansir situs resmi BI, Minggu (15/10/2022).

Lebih lanjut, Perry Wajiyo menyampaikan tiga poin utama yang perlu menjadi perhatian dalam ekonomi global.

Pertama, tantangan global yang dihadapi saat ini tidak dapat direspons dengan hanya satu instrumen kebijakan sehingga perlu pengembangan kerangka Integrated Policy Framework (IPF) IMF bersama dengan kerangka Macro-financial Stability Frameworks (MFSF) BIS.

“Dalam hal ini, Indonesia telah melakukan implementasi bauran kebijakan moneter, fiskal, stabilitas nilai tukar, dan makroprudensial,” katanya.

Poin kedua yang menjadi perhatian penting dalam pemulihan ekonomi yaitu pentingnya pengembangan digitalisasi keuangan. Bank Indonesia telah mengembangkan digitalisasi sistem pembayaran diantaranya kesepakatan cross-border payment antara Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina, peluncuran Quick Response (QR) Code, dan Bank Indonesia Fast Payment (BI-FAST).

“Ketiga, pentingnya penguatan jaring pengaman keuangan global untuk meningkatkan kapasitas pembiayaan dalam rangka membantu negara yang membutuhkan melalui reformasi kuota di IMF,” imbuh Perry.

Dalam pertemuan tersebut, IMF juga menyampaikan beberapa rekomendasi respons kebijakan kepada negara anggota.

Pertama, kebijakan moneter yang front loaded diperlukan untuk menjaga stabilitas harga dan menjangkar inflasi ke depan.

Kedua, prioritas kebijakan fiskal untuk melindungi kelompok vulnerable melalui bantuan jangka pendek yang ditargetkan untuk mengurangi beban biaya hidup.

Rekomendasi ketiga, dengan terbatasnya likuiditas di sektor keuangan, kebijakan makroprudensial perlu untuk menjaga terjadinya risiko sistemik.

Keempat, perbaikan reformasi struktural agar meningkatkan produktivitas dan kapasitas ekonomi diperlukan untuk meringankan hambatan pasokan dan mendukung kebijakan moneter dalam mengatasi inflasi.

Kelima, kebijakan untuk mempercepat transisi green energy akan bermanfaat untuk energy security dalam jangka panjang dan mengurangi biaya makroekonomi dari perubahan iklim.

Rekomendasi keenam, kerja sama multilateral diperlukan untuk menghindari terjadinya fragmentasi global.(dfn/rid)

Berita Terkait

Surabaya
Senin, 25 November 2024
29o
Kurs