Selasa, 26 November 2024

Wacana Kepala Daerah Dipilih DPRD Dinilai Akan Menambah Masalah Baru

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi Pilkada. Foto: Grafis suarasurabaya.net

Wacana pengembalian pemilihan kepala daerah (Pilkada) melalui DPRD, mendapat sorotan dari pengamat juga masyarakat. Wacana tersebut dianggap hanya menimbukan masalah baru, karena dianggap rawan praktik jual beli suara dengan mekanisme pemilihan yang juga kadang dilakukan secara tertutup.

Sebelumnya Bambang Soesatyo (Bamsoet) Ketua MPR RI bersama Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), pada Senin (10/10/2022)  melakukan pembahasan. Bamsoet mengatakan bahwa para kepala daerah terpilih rawan melakukan korupsi. Salah satunya pemicunya, yakni untuk balik modal biaya kampanye dan sebagainya.

Mengkritisi hal tersebut, Titi Anggraini selaku Pengamat Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengatakan, proses pencalonan dan pemilihan kepala daerah akan memberikan ruang ekslusif.

“Kalau sekarang kita masih bisa diskusi soal pencalonan mantan terpidana korupsi, tentang kelayakan atau tidaknya. Tapi kalau dipilih DPRD, ya sudah semua diputuskan begitu saja dan suara rakyat sudah tidak dianggap jadi penentu,” jelasnya pada Radio Suara Surabaya, Kamis (13/10/2022).

Pemilihan kepala daerah melalui DPRD sebenarnya masih bisa disebut sebagai bagian dari demokrasi, karena para legilsatif juga dipilih oleh rakyat. Tapi, secara tidak langsung kedaulatan masyarakat untuk memilih bisa semakin dijauhkan.

Selain itu, ada potensi stabilitas tata kelola pemerintahan juga akan cenderung mendapat intervensi dari berbagai pihak yang mempunyai relasi dengan legislatif (DPR/DPRD).

Pengamat Perludem itu juga mencontohkan salah satu case (kasus) pemberhentian Aswanto selaku hakim konstitusi yang masa jabatannya belum habis, dengan alasan yang kurang bisa diterima.

“Alasan pemberhentiannya, karena Aswanto Hakim dinilai suka membatalkan Undang-Undang (UU) yang dibuat oleh DPR. Padahal, Undang-Undang itu juga banyak kontroversi dan ditolak masyarakat,” ungkapnya.

Pemilihan kepala daerah oleh DPRD, lanjutnya, secara tidak langsung juga sudah terjadi. Dia mencontohkan lagi pada tahun 2020, saat pilkada berlangsung ada sekitar 25 daerah yang hanya memiliki calon tunggal untuk dipilih. Padahal, di daerah tersebut banyak partai politik dan juga peserta pemilih (masyarakat).

“Hal ini mengindikasikan jika, sudah ada peta politik di daerah tertentu yang memilih untuk menghindari kompetisi secara langsung. Artinya, ada fenomena borong dukungan saat prose pencalonan,” paparnya.

Meski demikian, Titin menjelaskan jika pemilihan kepala daerah secara langsung tidak dipungkiri juga memiliki permasalahan. Tapi hal tersebut, tidak bisa dijadikan acuan untuk semena-mena merubah UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Dia menilai, meski banyak polemik selama prosesnya, Pilkada dan Pilpres juga menambah wawasan dan mendidik pemahamam politik masyarakat.

Senada dengan Titin, beberapa pendengar Radio Suara Surabaya juga mengungkapkan ketidaksetujuannya, jika pilkada dikembalikan kepada DPRD. Dikhawatirkan banyak kesepakatan politik dan kepentingan pihak-pihak tertentu jika wacana tersebut diterapkan.

“Alasannya kita tau kalau mereka (DPRD) yang pilih, pasti ada deal-deal an politik dan tidak memikirkan nasib rakyatnya. Kalau soal biaya (peneyelenggaraan pilkada) itu konsekuensi dari demokrasi,” kata dr. Steven Rudy Utomo dalam program Wawasan.

“Tidak setuju kalau dikembalikan ke DPRD. Kalau rawan korupsi dan sebagainya, yang perlu diperbaiki itu sistem partai politiknya. Karena selama ini perekrutan bukan dari kaderisasi, tapi ambil dari manapun yang keliatan punya suara banyak,” ujar Kukuh Haryanto Pendengar SS.

Di sisi lain, ada juga yang setuju jika pemilihan kepala daerah dikembalikan ke DPRD, asal yang terpilih sudah memiliki track record yang bagus dan berkapasitas.

“Minimal yang pernah menjabat sebagai Camat dan sejenisnya. Sehingga paham yang harus dilakukan, bukan seperti sekarang yang ngomong-nya saja belepotan. Visi misi apalagi, tidak jelas,” ucap Jumadi pendengar SS. (bil/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Selasa, 26 November 2024
27o
Kurs