Sabtu, 23 November 2024

IMF Desak Pembuat Kebijakan Jaga Fiskal Ketat dan Perangi Inflasi

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Logo Dana Moneter Internasional (IMF) di Washington, Amerika Serikat. Foto: Reuters

Dana Moneter Internasional (IMF) pada Rabu (12/10/2022) kemarin, mendesak para pembuat kebijakan memprioritaskan perlindungan bagi mereka yang rentan melalui dukungan yang ditargetkan, sambil menjaga sikap fiskal yang ketat untuk membantu memerangi inflasi.

“Pemerintah-pemerintah menghadapi trade-off (peningkatan kualitas) yang sulit di tengah kenaikan tajam harga pangan dan energi,” kata Vitor Gaspar Direktur Departemen Urusan Fiskal IMF dalam sebuah blog ketika organisasi itu merilis Pengawasan Fiskal (Fiscal Monitor) terbaru.

Pembuat kebijakan harus melindungi keluarga berpenghasilan rendah dari kehilangan pendapatan riil yang besar, dan memastikan akses mereka ke makanan dan energi, catat blog itu.

“Tetapi mereka juga harus mengurangi kerentanan dari utang publik yang besar dan, sebagai tanggapan terhadap inflasi yang tinggi, mempertahankan sikap fiskal yang ketat sehingga kebijakan fiskal tidak bekerja dengan tujuan yang bersilangan dengan kebijakan moneter,” lanjutnya.

Melansir dari Antara Kamis (13/10/2022), harga-harga yang lebih tinggi mengancam standar hidup masyarakat di mana-mana, mendorong pemerintah-pemerintah untuk memperkenalkan berbagai langkah fiskal, termasuk subsidi harga, pemotongan pajak, dan transfer tunai. Selain itu, rata-rata biaya fiskal diperkirakan mencapai 0,6 persen dari produk domestik bruto nasional.

“Membatasi kenaikan harga melalui kontrol harga, subsidi, atau pemotongan pajak akan ‘mahal’ untuk anggaran, dan pada akhirnya ‘tidak efektif’,” bantah Gaspar dan rekan-rekannya.

“Menghadapi tingkat utang yang tinggi dan meningkatnya biaya pinjaman, pembuat kebijakan harus memprioritaskan dukungan yang ditargetkan melalui jaring pengaman sosial kepada orang-orang yang paling rentan,” imbuhnya.

Pengawasan fiskal mencatat bahwa pada saat inflasi tinggi, kebijakan untuk mengatasi harga pangan dan energi yang tinggi seharusnya tidak menambah permintaan agregat. Selain itu, tercatat bahwa tekanan permintaan memaksa bank-bank sentral untuk menaikkan suku bunga lebih tinggi lagi, yang membuatnya lebih mahal untuk membayar utang pemerintah.

“Sikap pengetatan fiskal mengirimkan sinyal kuat bahwa pembuat kebijakan selaras dalam perjuangan mereka melawan inflasi,” kata Gaspar.

Menurut laporan World Economic Outlook terbaru IMF yang dirilis Selasa (11/10/2022) kemarin, terlepas dari perlambatan ekonomi, tekanan inflasi terbukti lebih luas dan lebih persisten daripada yang diantisipasi.  Inflasi global sekarang diperkirakan akan mencapai puncaknya pada 9,5 persen tahun ini sebelum melambat menjadi 4,1 persen pada tahun 2024. (ant/bil)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs