Hikmah Bafaqih Wakil Ketua Komisi E DPRD Provinsi Jawa Timur mengatakan masyarakat pedesaan menjadi pahlawan Jawa Timur dalam pemulihan ekonomi akibat hantaman pandemi Covid-19.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang disampaikannya, penurunan kemisikinan terbesar Jawa Timur terjadi di pedesaan dari 15,05 persen pada bulan Maret 2021 menjadi 13,79 persen di bulan Maret 2022, sementara di perkotaan penurunan hanya kurang dari 1 digit dari 8,38 ke 7,71 persen dalam periode yang sama.
“Ternyata masyarakat perkotaan Jatim memiliki daya ketangguhan yang lebih rendah dalam menghadapi kemiskinan dibanding masyarakat pedesaan. Jangan-jangan gaya hidup materialisme menjadikan masyarakat kota tidak tangguh, sementara masyarakat pedesaan yang tidak cenderung materialisme malah lebih tangguh karena lebih cepat pulih,” kata Hikmah dalam program Wawasan di Radio Suara Surabaya, Rabu (12/10/2022), dalam rangkat HUT ke-77 Jatim.
Atas capaian ini, Hikmah menyampaikan, dapat mengembalikan tingkat kepercayaan diri masyarakat pedesaan tentang bercocok tanam dan menjadi petani. Bahwa mereka bisa menjadi petani, dan memunculkan petani muda yang bercocok tanam secara organik serta tidak bergantung pada pupuk kimiawi
Capaian ini pula bisa menjadi dasar kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim untuk memfasilitasi program kepada masyarakat pedesaan agar bisa bergerak maju dengan sumber daya yang mereka miliki.
“Ditambah resources yang tidak terukur seperti kegotong royongan dan rasa empati yang makin sedikit di masyarakat perkotaan,” imbuhnya.
Ia juga membuka kemungkinan apabila pembangunan pedesaan dan penurunan kemiskinan konsisten dilakukan, maka capaian agregat untuk mengatasi disparitas antarwilayah bisa semakin kecil jaraknya.
“Misalkan Industri 1 di Sidoarjo, Surabaya, Gresik, Mojokerto dan sekitarnya dengan daerah IPM (Indeks Pembangunan Manusia) rendah akan terungkit, jaraknya makin mengecil karena ekonomi tumbuh dari pedesaan,” ujar Hikmah.
Sementara untuk masyarakat perkotaan, pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan sulit karena aspek sosiologis seperti kurangnya budaya tolong menolong dan tuntutan hidup yang tinggi.
Kemudian catatan lain yang diberikan Hikmah dalam HUT ke-77 Jawa Timur adalah ranking IPM Jatim yang berada di urutan ke-15 dari 34 provinsi di Indonesia.
Menurutnya, salah satu yang memperburuk wajah IPM di Jawa Timur adalah angka lama sekolah. Ini karena sekolah dan lama belajar di pesantren tidak termasuk dalam variabel IPM, sementara jumlah pesantren di Jatim tinggi sehingga mendapat julukan bumi santri.
“Komisi E sudah sejak lama menyurati Provinsi Jatim untuk menyapaikan ke Bapenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) agar ada evaluasi soal angka lama sekolah, di pedesaan angka lama sekolah ini jadi problem karena mereka tidak melanjutkan ke sekolah formal tapi masuknya ke pesantren. Masalahnya, sekolah dan belajar di pesantren tidak dihitung dalam variabel IPM, jika ini dihitung maka IPM Jawa Timur akan naik,” tutupnya.(dfn/rst)