Jasra Putra Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), mengatakan anak yang kehilangan orang tua akibat korban dari tragedi Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur (Jatim) perlu mendapatkan pengganti orang tua yang tepat demi masa depan mereka.
“Selain solusi uang santunan, bahan pokok, beasiswa dan pengalihan pengasuhan, penting memastikan anak-anak yang kehilangan orang tua mendapatkan figur pengganti yang tepat, seperti keluarga sedarah,” ujarnya melalui pesan singkat kepada Antara, Kamis (6/10/2022).
Ia mengajak orang-orang untuk belajar dari pengalaman selama pandemi Covid-19 yang juga merenggut nyawa banyak orang. Karena, seseorang yang ditinggalkan cenderung merasa sendirian dan mudah cemas, takut, serta kehilangan harapan.
Anak yang kehilangan orang tua bisa merasakan duka mendalam. Sehingga KPAI menilai anak-anak tersebut butuh pendampingan jangka panjang.
Diharapkan figur pengganti orang tua ini mempunyai rencana masa depan untuk anak dan hati-hati dalam memakai santunan yang diberikan untuk mereka.
Sebelumnya, Joko Widodo Presiden saat melakukan kunjungan ke Malang memberikan santunan sebesar Rp50 juta bagi masing-masing keluarga korban sebagai tanda belasungkawa.
Jasra menegaskan perlu adanya ahli dari lintas profesi dalam proses pendampingan, mulai dari pekerja sosial, psikolog hingga guru, dalam memanfaatkan bantuan sehingga tumbuh kembang anak menjadi maksimal.
Menurut mandat UU No. 23 tahun 2014 tentang pembagian kewenangan pusat dan daerah soal anak-anak membutuhkan perlindungan khusus, bupati/walikota menjadi pimpinan dalam penyelenggaraan perlindungan khusus anak di keluarga.
“Penting pemerintah bersama masyarakat, memperkuat tanggung jawab orang tua penggantinya (anak yang kehilangan orang tua), termasuk peningkatan akses ekonomi bagi keluarga yang membutuhkan,” papar dia.
Anak-anak yang kehilangan orang tua harus dipastikan tetap berada dalam keluarga yang penuh kasih sayang serta sejahtera sehingga anak merasa diterima, aman, dan nyaman.
“Anak-anak yang kehilangan orang tua mudah sekali kecerdasan emosionalnya terganggu. Bila mendapatkan tekanan, bentakan, bisa berdampak buruk pada tumbuh kembangnya ke depan,” kata Jasra.
Menurut Jasra, pemerintah setempat seharusnya mengupayakan figur penggati orang tua untuk dapat pelatihan yang diperlukan agar bisa menerapkan pola asuh yang terbaik untuk masa depan anak, bebas dari kekerasan dan perundungan.
“Karena kita semua punya amanah, bicara penyelenggaraan perlindungan anak dalam Undang-Undang Perlindungan Anak sampai 18 tahun,” pungkas dia. (tik/bil/rst)