Anarkisme suporter dalam tragedi kerusuhan pasca laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan Malang kembali menyita perhatian. Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) mengingatkan semua klub bertanggungjawab membina tiap suporternya.
Ahmad Riyadh Ketua PSSI Jatim sekaligus Exco PSSI itu menyampaikan, tragedi kerusuhan yang dilakukan suporter Arema FC Sabtu (1/10/2022) mengingatkan peristiwa serupa yang dilakukan sejumlah pendukung Persebaya Surabaya di Stadion Gelora Delta Sidoarjo saat pekan ke-10 Liga 1. Saat itu mereka melampiaskan kekecewaannya karena tim kebanggaannya kalah atas Rans Nusantara FC.
Akibatnya, Komisi Disiplin (Komdis) PSSI memberi sanksi Persebaya dengan denda Rp 100 juta sekaligus lima laga kandang tanpa penonton.
Diketahui, Panitia Pelaksana (Panpel) Arema FC juga tidak memberi kuota bagi bonek mania untuk menyaksikan laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan Malang kemarin, Sabtu (1/10/2022) dengan alasan menjaga kondusifitas Malang Raya.
Tapi yang terjadi, suporter Arema FC justru melakukan kerusuhan di kandangnya sendiri hingga menelan seratus lebih korban jiwa. Menurutnya, aksi para suporter tidak lagi bentrok dengan pendukung klub lawan tapi justru kecewa dengan tim kebanggannya sendiri.
“Ini edukasi ke pada klub-klub. Mereka sekarang ini bukan berkelahi dengan klub lawan, tapi tidak puas dengan manajemen klubnya sendiri. Tidak sadar, tidak mau menerima kekalahan. Kekurangannya dengan meluapkam lewat kekerasan. Padahal jalurnya ada usulan, pergantian pelatih, apa itu,” kata Riyadh pada suarasurabaya.net, Minggu (2/10/2022).
Mengevaluasi tragedi itu, Ahmad Riyadh mengingatkan peran penting klub terhadap para suporternya. Termasuk anarkisme yang terjadi di lapangan.
“Kalau sudah anarkis, kita tidak menghendaki itu. Itu edukasi dari klub. Karena klub juga berkewajiban untuk membina suporternya, mendata, supaya hal-hal ini tidak terjadi lagi. Sangat ada peran penting dari klub membina suporter,” tambah Riyadh.
Suporter adalah bagian tim, lanjut Riyadh. Meski, berdasarkan evaluasi kerusuhan yang dilakukan suporter Persebaya Surabaya beberapa waktu lalu, Riyadh menyampaikan, itu tidak terdata sebagai anggota.
“Tim itu kaitannya antara pemain, pelatih official dan suporter. Karena dari klub itu, suporter adalah sumber pembiayaan juga, mereka beli tiket, masuk bayar untuk kelangsungan timnya, beli marchendise apa, segala macam. Tapi masalahnya klubnya kesulitan, yang membuat kerusuhan biasanya, yang laporan Persebaya kemarin, banyak yang di luar data anggota. Sekedar pakaian klub, datang dan bikin kerusuhan,” tuturnya.
Tapi menurut Riyadh, sanksi harus tetap diberikan pada klub bersangkutan yang pendukungnya membuat kerusuhan. Aturan laga tanpa penonton, lanjut Riyadh, akan membuat efek jera bagi klub agar lebih membina suporter.
“Tanpa bawa suporter itu, apa lagi di kandang tidak boleh dilihat, itu efek jera bagi klub agar bina suporter. Karena tanpa dilihat penontonnya kan dia kekurangan tiket, pemasukan dari tiket tidak dapat , tapi memang langkah-langkah dan harapan kadang-kadang tidak 100 persen. Menuju kesana, tapi harus ada kebaikan-kebaikannya,” ungkapnya lagi. (lta/iss)