Suharti Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi bersama Siti Nugraha Staff Ahli Bidang Sosial Budaya dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesia di Luar Negeri, Kementerian Luar Negeri menyerahkan sertifikat gamelan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) kepada masyarakat Indonesia sebagai pemilik budaya gamelan.
Penerima tersebut diwakili oleh 14 Pemerintah Provinsi, Institut Seni Surakarta dan Maestro Gamelan (Alm) Rahayu Supanggah dan Made Bandem dalam acara Mahambara Gamelan Nusantara: “Gamelan Indonesia untuk Dunia” pada 16 September 2022 di Lapangan Balai Kota Surakarta.
“Warisan-warisan semuanya luar biasa. Warisan yang sudah diinisiasi dari tahun 2014 akhirnya mendapatkan pengakuan dan tentunya gamelan yang berupa musik tradisional Indonesia yang sudah dikenal luas di dunia,” ujar Suharti dalam sambutannya.
Pada kesempatan ini, Restu Gunawan Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan menambahkan bahwa penetapan gamelan sebagai WBTb merupakan kerja keras dari pemerintah daerah seluruhnya.
“Ini sebenarnya kerja keras dari pemerintah daerah seluruhnya. Akhirnya gamelan ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda,” katanya.
Siti Nugraha juga menyampaikan ucapan selamat atas keberhasilan gamelan sebagai WBTb berkat komitmen dan kolaborasi antar pemangku kepentingan.
“Selamat atas keberhasilan gamelan sebagai WBTb. Hal ini tentu tidak lepas dari komitmen dan kolaborasi yang luar biasa antar pemerintah pusat, pemerintah daerah hingga komunitas pelaku budaya terkait yang terlibat bagi diplomasi kebudayaan Indonesia,” ucapnya.
Sekadar diketahui, Gamelan telah diusulkan kepada UNESCO sejak 2018 dan telah dinyatakan resmi masuk dalam daftar WBTb UNESCO melalui sidang ke-16 Komite Warisan Budaya Takbenda UNESCO di Paris, Prancis tanggal 15 Desember 2021. Gamelan ditetapkan bersama dengan 46 warisan budaya takbenda lain, diantaranya Nora, drama-tari di Thailand Selatan, dan Al-Naoor, kerajinan seni tradisional dari Irak.
Meskipun seremoni perayaan kali ini berbeda dengan warisan lainya yang biasanya dilaksanakan pada tahun yang sama, namun karena pandemi, perayaan baru bisa dilaksanakan tahun ini.
“Ini menjadi demikian bukan berarti makna dan hakikatnya berkurang. Seremoni ini dilaksanakan juga untuk _tribute_ kepada orang yang mendedikasikan hidupnya kepada gamelan,” jelas Restu.
Selain itu, Restu juga mengajak masyarakat untuk mengambangkan dan memanfaatkan gamelan.
“Ayo kita bersama-sama kembangkan, manfaatkan gamelan kita. Jangan sampai gamelan yang memiliki nilai filosofinya tinggi sekali dan etnomusikologi dengan umur yang tua, tapi lupa tidak memanfaatkan,” ajaknya.
Sejalan dengan itu, Suharti juga mengajak semua pemangku kepentingan untuk melestarikan gamelan.
“Saya harap baik pemerintah, akademisi, maupun swasta, dan seluruh lapisan masyarakat dapat bersama-sama melestarikan gamelan Indonesia yang sangat berbangga. Kita berharap lebih banyak lagi warisan budaya tak benda di Indonesia bisa diakui oleh dunia,” tambahnya.
Acara penyerahan sertifikat ini turut dimeriahkan oleh tiga penampilan Gamelan Kinarya Budaya, Konser Tribute to Rahayu Supanggah, dan Konser Paramagangsa Silang Gaya Nusantara.
Penampilan gamelan Kinarya Budaya yang beranggotakan Suharti, Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek, Sutoyo Inspektur, II Kemendikbudristek, Restu Gunawan, Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kemendikbudristek, Sri Hartini Plt. Kepala Museum Nasional sebagai pesinden utama, dan teman-teman Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta menjadi pembuka Kinarya Budaya malam penyerahan sertifikat.
Persembahan konser Tribute to Rahayu Supanggah atau dalam falsafah jawa disebut dengan istilah kurmat adalah bentuk gelaran karya-karya dari Rahayu Supanggah. Karya ini digelar kembali sebagai wujud penghormatan kepada almarhum Rahayu Supanggah atas jasanya mempopulerkan gamelan dan telah melahirkan karya-karya baru dalam kekaryaan gamelan Indonesia di kancah internasional.
Rahayu Supanggah telah bekerja sama dengan berbagai seniman di dunia dalam beberapa karya, seperti Mahabarata karya Peter Brooke, King Lear di tahun 1997, I La Galigo karya Robert Wilson di tahun 2003, dan beliau juga menyusun Purnati yang dimainkan oleh Kronos Quartet. Duetnya dengan Garin Nugroho telah melahirkan Opera Jawa di tahun 2006 dan Setan Jawa di tahun 2016 yang bekerja sama dengan kelompok orkestra beberapa negara, seperti Melbourne Symphony Orchestra, Metropolitan Festival Orchestra, Singapore Symphony Orchestra, Netherlands Symphony Orchestra di tahun 2017, Rundfunk Symphony Orchestra Berlin di tahun 2019.
Hingga akhir hayatnya, Rahayu Supanggah berhasil mewujudkan dan mewariskan dua impian besarnya yaitu “International Gamelan Festival” dan gamelan sebagai representative “List Entangibel Cultural Heritage” UNESCO.
Karya-karya Rahayu Supanggah yang disaksikan malam penyerahan sertifikat meliputi “Kebo Giro Dhayohe Teka”, “Rikma”, “Tikbrasara, Amartya”, “Duet”, “Kartini”, “Tutur-Tinutur”, “Eskargo”, “Ja Dirasakna”, dan “Lintang Rembulan”.
Konser Gamelan Paramagangsa Silang Gaya Nusantara menjadi ajang kolaborasi antarkomunitas gamelan lintas gaya yang memadukan berbagai perangkat dan kekayaan gamelan nusantara. Beberapa perangkat gamelan dan repertoir gendhing yang dipertunjukkan ini adalah perangkat Gamelan Jawa, Gamelan Pakurmatan yang di dalamnya meliputi Sekaten, Monggang, Carabalen, Kodhok Ngorek, kemudian ada pula gamelan Banyuwangi, Gong Kebyar dari Bali, Gandrang Mangkasara, Saluang Jo Dendang, Talempong Pacik, dan Gangdang Tambua yang diperkaya dengan sajian musik gaya Minang dan Makassar dengan menghadirkan 200 seniman yang mewakili berbagai gaya musikal.(faz/iss)