Jumat, 22 November 2024

Pemerintah Berupaya Genjot Produktivitas Pangan dengan Rekayasa Genetika

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Airlangga Hartarto Menteri Koordinator bidang Perekonomian, menghadiri rapat pembahasan Pengendalian Inflasi dengan Seluruh Kepala Daerah secara hybrid yang dipimpin Jokowi Presiden, di Istana Negara, Jakarta, Senin (12/9/2022). Foto: Humas Kemenko Perekonomian

Airlangga Hartarto Menteri Koordinator bidang Perekonomian mengatakan, Pemerintah mendorong penggunaan rekayasa genetik (GMO) untuk produk pertanian.

“GMO bisa untuk semua produk pertanian, bukan cuma jagung tetapi beras dan termasuk kedelai. Kemarin dalam rapat kabinet terbatas sudah disampaikan, dan hanya butuh peraturan dari Menteri Pertanian. Sehingga, produktivitas bisa terus meningkat,” ujarnya di Jakarta, Selasa (13/9/2022).

Dia menjelaskan, dengan bibit biasa, panen jagung cuma bisa sebanyak 5-6 ton. Tapi, dengan GMO, hasil panen bisa mencapai 12-13 ton.

Menurutnya, produk pangan seperti kedelai yang diimpor umumnya menggunakan produk GMO.

“Ketahanan pangan bukan saja menjadi prioritas, tapi target untuk kesejahteraan dan pemerataan,” kata Airlangga.

Lebih lanjut, Airlangga bilang Pemerintah juga mendorong diversifikasi pangan lokal untuk menurunkan ketergantungan dari impor gandum.

“Hampir 25 persen kebutuhan masyarakat sudah meningkat untuk mi dan roti. Yang perlu dilakukan diversifikasi, salah satunya mencoba menanam untuk sorgum, kedua mendorong penanaman tapioka untuk makanan, dan ketiga pemanfaatan kembali tepung sagu untuk kue. Tentu kami akan berikan insentif untuk hal-hal tersebut,” jelasnya.

Sementara itu, Dwi Andreas Santosa Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) mencatat, konsumsi beras di masyarakat mengalami penurunan., Sebagai gantinya, masyarakat konsumsi gandum yang notabene bukan pangan lokal.

“Pangan lokal turun, beras turun, kita semua tahu jawabannya, mi instan itu cadangan pangan kita. Pertumbuhan impor gandum 16,5 persen per tahun. Itu jawabannya, diversifikasi pangan. Ini jadi catatan penting gimana menjawab isu ke depan,” ucapnya.

Institut Pertanian Bogor, sambung Andreas, sudah memiliki sejumlah teknologi untuk mendorong diversifikasi pangan. Tapi, skalanya masih kecil dan butuh industri untuk turun tangan.

“Teknologi sudah banyak untuk diversifikasi pangan, sudah hampir cukup. Tinggal siapa yang mau investasi. Skala IPB kan kecil, paling kami punya toko dan online, semua itu perlu pasar yang luar biasa,” sebut Arif Satria Rektor IPB.

Dia menyarankan, Pemerintah mengeluarkan regulasi yang sifatnya memaksa industri. Misalnya, dari 10 ton impor gandum, harus berbanding 1 ton penyerapan pangan lokal.

“Sekarang ini momentum cinta pangan lokal, dan mengurangi impor gandum. Begitu serapan lokal meningkat, desa, petani bangkit,” tegas Arif.

Pemerintah, lanjutnya, bisa memberdayakan petani di desa untuk mengembangkan pangan lokal seperti gandum, jagung, sagu, dan sorgum.

Untuk sorgum, Pemerintah menargetkan tahun 2023 ada 30 ribu hektare lahan yang ditanami sorgum. Lalu,, tahun 2024 ada 40 ribu hektare yang tersebar di 17 provinsi, di antaranya Sumatera Utara dan Barat, Jambi, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jogja, Bali, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan, NTT, dan NTB.(rid)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs