Sabtu, 23 November 2024

Pengacara MSAT Soroti Visum Korban Pencabulan MSAT Sebelum Pelaporan Polisi, Jaksa: Itu Sah

Laporan oleh Meilita Elaine
Bagikan
MSAT, terdakwa kasus dugaan pencabulan santriwati Ponpes Majma'al Bahrain Shiddiqiyyah Jombang saat dibawa ke ruang sidang, Senin (12/9/2022). Foto: Meilita suarasurabaya.net

Jaksa menyatakan alat bukti berupa surat hasil visum korban pencabulan MSAT, sah secara hukum. Hal ini menanggapi Tim Kuasa Hukum MSAT yang menyoroti alat bukti itu karena dibuat sebelum korban melaporkan kasus pencabulan tersebut pada polisi.

Dalam sidang ke-14 dengan agenda pemeriksaan saksi ahli di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (12/9/2022) kembali menghadirkan ahli visum yang sudah memberikan keterangan pada sidang sebelumnya. Namun kali ini bertambah satu orang dokter.

Diketahui, visum korban dilakukan sebanyak dua kali dengan dokter berbeda. I Gede Pasek Suardika Ketua Kuasa Hukum MSAT menyoroti salah satu hasil visum yang dilaksanakan pada tahun 2018, sebelum pelaporan ke polisi. Padahal, menurutnya surat visum yang bertuliskan pro justisia atau berarti demi hukum itu, seharusnya visum dilakukan setelah lapor polisi.

“Korban melapor Oktober 2019, visum Agustus 2018, satu tahun lebih awal sebelum laporan, tapi alasannya karena polisi. Padahal secara pro justusia, korban divisum setelah melapor,” kata Gede, Senin (12/9/2022).

Sementara dua saksi yang hadir hari ini, Gede melanjutkan, salah satunya adalah dokter yang melakukan visum pada tahun 2019 dan sekaligus sudah memberikan keterangan sebagai ahli dan saksi fakta pada sidang sebelumnya, Jumat (9/9/2022). Ia dihadirkan lagi dengan membawa bukti rekam medis, karena sebelumnya mengaku ada kelalaian saat visum sehingga hasilnya harus direvisi.

“Dua saksi hari ini, satu saksi ahli kemarin sekaligus saksi fakta yang membuat visum. Jadi dua-duanya yang buat visum, kemarin (2019) sekarang datang lagi, yang satunya 2018. 2019 itu bawa bukti rekam medis yang menyatakan bahwa seakan-akan isinya benar karena kan ada revisi itu,” imbuhnya

Tidak hanya itu, Gede menyebut, ada pula foto organ intim yang ditunjukkan oleh dokter yang memvisum tahun 2019. Padahal menurutnya, saksi korban mengaku tidak pernah difoto.

“Ada juga foto organ intim korban. Jadi perdebatan kita saksi korban saat bersaksi kami tanya tidak pernah difoto. Jadi perdebatan kita, saksi korban saat bersaksi kami tanya tidak pernah difoto. Tapi saksi ahli mengatakan sudah izin untuk foto,” kata Gede.

Apalagi ketika pengacara meminta bukti foto tersebut betul korban, saksi fakta mengaku lupa dan barang bukti hilang.

“Saya minta file karena itu tadi hanya print-an. Untuk membuktikan file foto itu bener foto punya korban. Tapi ternyata dihapus. Saya minta HP untuk kita datangkan ahli forensik, katanya hilang. Saya tanya, standarisasi visum apa hrus dengan foto? itu tidak ada, inisiatif masing-masing,” imbuhnya.

Terpisah, Tengku Firdaus Kajari Jombang sekaligus Tim JPU menanggapi pernyataan pengacara soal surat visum 2018 yang dilaporkan atas kasus lain namun turut dilampirkan, itu sah.

“Ya nanti biar hakim yang menilai, alat bukti yang diajukan di persidangan itu sah,” jawabnya.

Tengku juga menjelaskan terkait waktu pelaksanaan visun yg dilakukan jauh setelah kejadian.

“Tidak ada masalah, ahli menjelaskan visum bisa dilakukan tidak masalaj arah robekan tidak akan brubah selama belum nikah,” tuturnya lagi.

Dengan ini, total ada dua saksi ahli yang dihadirkan JPU. Firdaus menegaskan dari 40 total saksi yang sebelumnya ada dalam dakwaan hanya dihadirkan 18 termasuk ahli.

Selanjutnya Kamis (15/9/2022) akan hadir 3 orang saksi a de charge yang ada dalam berkas atas perintah hakim. Baru kemudian saksi a de charge di luar berkas perkara sebanyak 15-20 orang akan dihadirkan oleh kuasa hukum. (lta/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs