Jumat, 22 November 2024

Hindari Kebocoran Parkir, Pakar Sarankan Gunakan Teknologi dan Swastanisasi

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Petugas Dishub Surabaya di Park and Ride Mayjend Sungkono memandu pengguna layanan gedung parkir terpadu. Foto: Istimewa

Dr. Machsus Fauzi Pakar Transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya menilai perlu pembenahan sistem perparkiran di Kota Surabaya, mencegah bocornya pendapatan parkir dari tahun ke tahun, yang ditengarai karena ulah jukir (juru parkir) nakal.

“Jujur saya termasuk salah satu yang tidak mendukung retribusi parkir dari tepi jalan, karena sering juga memberi hambatan lalu lintas. Tapi karena sejauh ini jadi potensi pendapatan daerah, harus untuk dilakukan pembenahan sistem agar tidak bocor terus retribusinya,” ungkapnya pada Radio Suara Surabaya, Senin (12/9/2022).

Kebocoran retribusi parkir, kata dia, biasanya disebabkan pembayaran parkir secara tunai yang kerap kali mengundang petugas parkir mengutil uang. Dosen Transportasi ITS itu mengungkapkan, ada dua hal yang perlu diadopsi jika ingin menanggulangi kebocoran retribusi parkir di Kota Surabaya.

“Pertama, dengan digitalisasi parkir agar transaksi bisa cashless (non tunai). Jadi seperti ETLE (tilang elektronik) kepolisian, yang tidak ada intervensi manusia dalam transaksinya. Pola seperti itu perlu diadopsi, kita di ITS juga bikin untuk menghindari kebocoran parkir,” ujarnya.

Slogan “Smart City” di Kota Surabaya, dianggap belum ideal jika masih belum diterapkan digitalisasi parkir, yang dinilai sangat bisa menghindari kebocoran retribusi.

Kedua, yakni sistem Swastanisasi parkir melalui kerjasama dengan pemerintah. Machsus menjelaskan, dalam sistem tersebut, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya hanya perlu memetakan titik-titik parkir dan target yang harus disetorkan oleh pihak swasta sebagai pengelola, kepada pemerintah. Hal ini juga efektif untuk mengurangi sumber daya manusia yang diperuntukan mengurus parkir.

“Nanti harus ditentukan dulu omset parkir real-nya di masing-masing titik itu kira-kira berapa, karena pasti bervariatif. Kalau sudah ditentukan, lanjut ke tahap lelang ke pihak swasta. Semisal dari 1250 titik parkir, ada penghasilan Rp100 ribu rupiah dikalikan 30 hari dan 12 bulan, itu bisa jadi retribusi parkir yang di collect sampai milyaran rupiah,” ungkapnya.

Dalam setiap survey setiap titik tersebut, Machsus menyarankan agar anggota DPRD Kota Surabaya turut memantau, agar bisa lebih transparan. Dia juga mengatakan, bahwa setiap sistem atau kebijakan yang diambil oleh Pemkot, harus disesuaikan dengan perkembangan zaman saat ini.

Terkait argumentasi soal berkurangnya pendapatan/retribusi parkir karena pandemi, Pakar Transportasi ITS itu juga menyebut jika masih sebatas narasi, yang perlu dicocokan dengan kondisi saat ini, dimana perekonomian sudah mulai mencoba bangkit pasca pandemi.

Sementara terkait usulan parkir Pra Bayar (dibayar jauh-jauh waktu sebelum menggunakan jasa parkir) yang diusulkan oleh Baktiono Ketua Komisi C DPRD Surabaya, kata Machsus dinilai kurang efektif. Sebab pengguna parkir dari daerah lain, banyak yang belum terbiasa dengan sistem pembayaran tersebut.

“Boleh lah diuji coba dulu, karena pembayarannya non tunai. Bisa meminimalisir potensi kebocoran retribusi parkir juga,” pungkasnya. (bil/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs