Sekolah tingkat menengah atas mulai dari SMA, SMK, hingga SLB di Jawa Timur menjadi yang terbanyak se Indonesia dalam menerapkan Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM).
Berdasarkan data dari dashboard IKM pada 5 Juni 2022 kemarin, Dispendik Jatim mencatat jumlah peserta dari SMA, SMK, dan SLB mencapai 2.745 lembaga. Jumlah itu menjadi yang terbanyak secara nasional.
Wahid Wahyudi Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Jatim mengatakan, Pihaknya menyambut baik kurikulum yang berfokus pada minat dan bakat siswa melalui model pembelajaran yang berorientasi project based learning. Apalagi, kata dia, di Jatim terdapat 1.047 lembaga SMA, 1.474 lembaga SMK dan 233 lembaga SLB di Jatim.
“Hingga setahun terakhir ini sebanyak 332 lembaga di Jatim telah ditunjuk Kemdikbudristek menjadi pilot project IKM, yaitu 204 SMK Pusat Keunggulan dan 128 SMA dan SLB penggerak,” ujar Wahid saat memberikan keterangan, Senin (5/9/2022).
Wahid melanjutkan, kepada 332 lembaga ini, Kemendikbudristek telah menyelenggarakan diklat khusus kepada kepala sekolah dan gurunya, agar memahami dan mampu mengimplemetasikan kurikulum merdeka. Selanjutnya, SMK Pusat Keunggulan serta SMA dan SLB Penggerak diharapkan bisa berperan sebagai pengampu bagi sekolah yang ada di sekitarnya.
Dinas Pendidikan Jawa Timur juga mendorong satuan pendidikan yang belum menerapkan IKM, agar mengikuti secara mandiri dengan berkolaborasi bersama SMK Pusat Keunggulan serta SMA dan SLB Penggerak yang telah ditetapkan Kemdikbudristek.
Wahid juga menjabarkan, ada perubahan dan perbedaan kurikulum merdeka dibanding kurikulum sebelumnya. Menurutnya, kurikulum merdeka strukturnya lebih fleksibel dengan jam pelajaran yang ditargetkan untuk dipenuhi dalam satu tahun. Di samping itu, para guru akan lebih fokus pada materi esensial karena capaian pembelajaran diatur per fase.
“Kurikulum merdeka ini, juga memberikan keleluasaan bagi guru dalam menggunakan berbagai perangkat ajar sesuai kebutuhan dan karakteristik siswa,” terangnya.
Wahid mencontohkan seperti guru olahraga yang pada dasarnya memberikan pembelajaran dalam bentuk projek based learning, yang mana siswa tidak hanya mengetahui secara teori namun juga dipraktikkan.
Perbedaan lainnya, juga terletak pada kebebasan yang diberikan kepada sekolah dalam menentukan atau menyusun kurikulum sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah masing – masing. “Satuan pendidikan dapat mengimplementasikan kurikulum merdeka secara bertahap sesuai kesiapan masing-masing,” imbuhnya.
Tak hanya bagi sekolah, kurikulum merdeka juga memberi kesempatan bagi siswa untuk memilih kelompok mata pelajaran sesuai minat, bakat dan aspirasinya di fase F ( kelas XI dn XII ) .
Sedangkan bagi guru, mereka akan mengajar sesuai tahap capaian dan perkembangan siswa. “Pembelajaran dalam IKM ini berbasis project, jadi memberikan kesempatan lebih luas pada peserta didik untuk secara aktif mengeksplorasi isu-isu aktual lingkungan atau kesehatan,” pungkas Wahid. (wld/bil/ipg)