Seperti yang dilansir Antara, Kamis (1/9/2022), minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober kehilangan 2,09 dolar AS atau 2,3 persen, menjadi menetap di 89,55 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober yang berakhir pada Rabu (31/8/2022) merosot 2,82 dolar AS atau 2,8 persen, menjadi ditutup pada 96,49 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Kontrak bulan November yang lebih aktif tergelincir 2,20 dolar AS menjadi 95,64 dolar AS per barel.
Harga minyak terus tertekan oleh kekhawatiran bahwa perlambatan ekonomi yang disebabkan oleh inflasi akan mengganggu permintaan bahan bakar.
“Pelemahan yang datang dari China telah memainkan peran penting dalam menurunkan harga,” kata Harry Altham, analis energi untuk EMEA & Asia di StoneX Group di London seperti dikutip Reuters. “Ada kekhawatiran kehancuran permintaan di seluruh Barat karena suku bunga naik dan kekhawatiran inflasi mencengkeram ekonomi Barat.”
Sementara itu, badan Informasi Energi AS (EIA) melaporkan pada Rabu (31/8/2022) bahwa persediaan minyak mentah turun 3,3 juta barel selama pekan yang berakhir pada tanggal 26 Agustus. Analis yang disurvei oleh S&P Global Commodity Insights memperkirakan penurunan 1,9 juta barel dalam pasokan minyak mentah AS.
Menurut EIA, total persediaan bensin motor turun 1,2 juta barel pekan lalu, sementara persediaan bahan bakar sulingan meningkat 0,1 juta barel.
Komite Teknis Gabungan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, bersama-sama disebut OPEC+, mengatakan sekarang memperkirakan surplus minyak tahun ini sebesar 400.000 barel per hari, naik 100.000 barel per hari dari perkiraannya sebulan sebelumnya.
Beberapa anggota OPEC+ telah menyerukan pemotongan. Kelompok ini, selanjutnya akan bertemu pada 5 September 2022 di tengah melemahnya permintaan di Asia yang mendorong Arab Saudi untuk menurunkan harga jual resminya ke wilayah tersebut. (ant/des/rst)