Sabtu, 23 November 2024

Kemenkes: Akumulasi 31 Tahun, Ada 407 Mahasiswa Idap HIV di Bandung

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Maxi Rein Rondonuwu, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI. Foto: Antara

Pejabat Kementerian Kesehatan mengatakan, sebanyak 407 mahasiswa di Kota Bandung, Jawa Barat, yang dilaporkan mengidap penyakit HIV, yang merupakan angka akumulasi selama 31 tahun.

“Data tersebut merupakan jumlah akumulasi sejak tahun 1991, bukan data 1 tahun. Kasus ini akumulatif selama 31 tahun,” kata Maxi Rein Rondonuwu, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan, seperti yang dikutip Antara, Senin (29/8/2022).

Berdasarkan data pengidap HIV yang dihimpun Kemenkes sejak 1991 hingga Agustus 2022 di Kota Bandung, Maxi mengatakan jumlah total 10.700 kasus, sebanyak 407 dialami kelompok berisiko tinggi dari kalangan mahasiswa.

Ia mengatakan tren peningkatan kasus per tahun di Kota Kembang itu relatif tidak terlampau tinggi. Capaian tertinggi yang pernah dilaporkan terjadi pada 2019 mencapai 25 kasus dalam setahun.

“Kalau lihat rata-rata per tahun, cuma 11 kasus atau per bulan 1 kasus. Kalau dilihat, dalam setahun ada 11-12 kasus itu perlu antisipasi, sebab satu orang terinfeksi di populasi sangat heterogen misalnya di kampus, itu perlu perhatian dari semua pihak, terutama pemerintah daerah,” jelas Maxi.

Berdasarkan data epidemiologi HIV secara nasional, jumlah kasus paling tinggi berada di DKI Jakarta, yakni sekitar 90.900 kasus, disusul Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, Bali, Sumatera Utara, Banten, Sulawesi Selatan, dan Kepulauan Riau.

Maxi mengatakan, Pemprov Jabar dan Pemkot Bandung termasuk daerah yang memiliki program penanggulangan HIV/AIDS yang sangat baik secara nasional.

Salah satunya, berdasarkan hasil pelacakan kasus yang bergulir secara konsisten setiap tahun rata-rata melebihi 75 persen target untuk menemukan pasien dan penanganan pengobatan.

“Kota Bandung sangat intensif melakukan skrining terutama pada populasi kunci, salah satunya mahasiswa,” ujarnya.

Maxi menjelaskan, bahwa seluruh temuan kasus HIV/AIDS di wilayah tersebut, diobati menggunakan Antiretroviral (ARV) untuk mengurangi risiko penularan HIV, menghambat perburukan infeksi oportunistik, meningkatkan kualitas hidup penderita HIV, dan menurunkan jumlah virus (viral load) dalam darah sampai tidak terdeteksi.

Kemenkes mendorong seluruh pemerintah daerah untuk mengintensifkan pelacakan kasus yang menyasar sejumlah populasi kunci, di antaranya lelaki seks dengan lelaki (LSL), pekerja seks komersial (PSK), dan mahasiswa.

“Populasi kunci yang paling tinggi persentasinya, yaitu LSL mencapai 49-50 persen,” katanya.

Selain itu, juga perlu diwaspadai penularan HIV pada ibu hamil, menyusul temuan kasus di Jawa Barat mencapai 14 persen. “Yang paling penting pelacakan di populasi kunci perlu edukasi, agar ada kesadaran melakukan testing,” jelas Maxi.

Menurutnya, kesadaran itu penting, agar pengidap HIV paham tentang risiko penyakit sehingga mengakses layanan pengobatan untuk pertahankan kualitas hidup. (ant/des/ipg)
Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs