Jumat, 22 November 2024

Menaikkan Harga BBM Bersubsidi Harusnya Jadi Opsi Terakhir Pemerintah

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Ilustrasi petugas SPBU melayani pembelian BBM bersubsidi jenis Pertalite. Foto: Pertamina

Pemerintah sudah memberi sinyal untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan menggelontorkan bantuan langsung tunai (BLT) untuk masyarakat.

Alasannya, dana untuk subsidi energi terlalu banyak, dan dikhawatirkan membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) jebol.

Muhammad Faisal Direktur Eksekutif CORE menilai, pemerintah seharusnya mencari solusi lain ketimbang terus bicara soal kenaikan harga.

“Dengan cara menaikkan harga saja itu gampang. Sebagai solusi jangka pendek, menaikkan harga BBM adalah yang paling mungkin bagi Pemerintah.Tapi, kan tidak bisa begitu terus. Harusnya ada cara lain,” ujarnya di Jakarta, Jumat (26/8/2022).

Menurutnya, kemungkinan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi lebih besar. Sayangnya, dia menilai Pemerintah punya kelemahan dalam hal mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi menurut jenis kendaraan.

“Selama ini masih subsidi yang melekat kepada barang, bukan kepada orang,” jelasnya.

Disparitas, perbedaan harga antara BBM bersubsidi dan non subsidi juga sangat tinggi. Sehingga, masyarakat cenderung memilih yang murah.

“Karena tidak dibatasi, jadi wajar dan logis saja masyarakat memilih yang lebih murah,” sebutnya.

Lebih lanjut, Faisal menjelaskan solar masih sangat diperlukan untuk transportasi barang dan jasa. Kalau dinaikkan, dampaknya akan sangat terasa pada harga barang dan juga konsumsi masyarakat.

Tapi, tidak bisa dipungkiri masih banyak ditemukan kasus penyelundupan solar bersubsidi. Untuk itu, dia meminta Pemerintah menyiapkan mekanisme kontrol yang lebih baik.

“Intinya, terjadinya kebocoran, penyeludupan di mekanisme kontrol. Sepanjang tidak ada kontrol yang bagus, maka penyelundupan itu akan terus terjadi. Untuk menciptakan mekanisme kontrol tidak gampang. Tapi, harus ada inovasi, mulai dari payung hukum dan teknis dan kerja keras di lapangan,” tandasnya.

Sebagai kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi, Pemerintah berencana menambah anggaran Program Bantuan Sosial (Bansos) mencapai Rp18 triliun.

Anggaran itu diambil dari sisa program penanganan Pandemi Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC PEN).

Tapi, Airlangga Hartarto Menteri Koordinator bidang Perekonomian belum memberikan penjelasan detail mengenai bentuknya.

“Bansosnya diminta untuk diperdalam, anggarannya dab programnya masih dirumuskan,” kata Airlangga.

Sebelumnya, Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan mengatakan, BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar banyak dinikmati orang yang mampu secara ekonomi.

“Tahun ini, begitu pembatasan kegiatan masyarakat dilonggarkan, banyak orang-orang mulai bergerak, bepergian,” ucapnya.

Sementara itu, Nailul Huda Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengungkapkan, data-data yang disampaikan Pemerintah bukan alasan tepat untuk menaikkan harga Pertalite.

“Kalau yang disampaikan Ibu Menteri Keuangan itu benar, maka pertanyaannya apakah solusinya harga Pertalite harus dinaikkan dengan memangkas subsidi dan kompensasi?” tanya Nailul.

Dia melanjutkan, kalau harga Pertalite jadi naik, masyarakat kelas menengah ke bawah akan menjadi pihak yang paling terdampak.

Sekarang tingkat inflasi sedang tinggi, dan akan semakin tinggi dengan kenaikan harga Pertalite dan Solar.

“Masyarakat yang kaya tidak masalah inflasi mau naik sampai 7-8,5 persen. Karena, masih ada pendapatan untuk bisa membeli barang dengan harga yang jauh lebih mahal dibandingkan harga sekarang. Tapi, masyarakat miskin tidak mampu untuk membeli barang dengan harga yang lebih tinggi, ditambah kenaikan pendapatan juga tidak ada,” ungkapnya.

Pemerintah, lanjut Nailul, juga mesti mempertimbangkan banyak hal kalau ingin menaikkan harga BBM bersubsidi seperti mekanisme, besaran, jangka waktu penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) atau bantuan sosial (bansos).

“Walaupun ada BLT, berapa yang harus diberikan per kepala? Sampai kapan akan tetap diberikan? Kemudian, bagaimana nasib untuk masyarakat rentan miskin yang sebelumnya tidak ada di daftar penerima bantuan? Itu kan semua harus dipertimbangkan,” imbuhnya.

Nailul bilang, Pemerintah sebetulnya bisa melakukan banyak hal ketimbang menaikkan BBM bersubsidi, seperti realokasi anggaran, menerapkan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi.

“Malah saya rasa Pemerintah ini masih ada surplus Rp100 triliun, menurut Ibu Menkeu. Jadi, itu bisa untuk menambah anggaran subsidi BBM. Ada juga kebijakan realokasi anggaran yang bisa dilakukan Pemerintah, dan juga pembatasan distribusi BBM seperti pengaturan siapa yang berhak beli, dan mana yang tidak. Bisa menggunakan skema pembatasan volume mesin, dan lain sebagainya,” pungkasnya.(rid)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
32o
Kurs