Sidang Etik Polri memecat Irjen Pol Ferdy Sambo mantan Kepala Divisi Propam dengan tidak hormat dari institusi Polri karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik profesi.
Pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) itu merupakan hasil keputusan kolektif Komisi Kode Etik Polri dalam persidangan yang berlangsung sekitar 18 jam dari hari Kamis (25/8/2022) pagi, sampai Jumat (26/8/2022) dini hari tadi.
Keputusan dibacakan Komjen Pol Ahmad Dofiri Kepala Badan Intelijen dan Keamanan selaku ketua sidang kode etik, di Gedung Mabes Polri, Jakarta Selatan.
“Sanksi bersifat etika, yaitu pelaku pelanggaran dinyatakan sebagai perbuatan tercela. Sanksi administratif berupa penempatan dalam tempat khusus di Rutan Korps Brimob selama empat hari sejak 8 sampai 12 Agustus 2022. Menjatuhkan sanksi berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat sebagai anggota Polri,” ucapnya.
Dalam persidangan, Dofiri membacakan tujuh kode etik yang dilanggar Sambo dalam perkara kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (Brigadir J).
Ketujuh kode etik profesi itu merujuk aturan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian RI, dan Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia (KEPP).
Pertama, Pasal 13 ayat 1 PP 1/2003 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf B Perpol 7/2022 yang berbunyi; Anggota Kepolisian RI dapat diberhentikan tidak hormat dari dinas Polri karena melanggar sumpah atau janji anggota Polri, sumpah atau janji jabatan, dan atau kode etik Polri, juncto setiap pejabat Polri dalam etika kelembagaan wajib menjaga dan meningkatkan citra, soliditas, kredibilitas, reputasi, dan kehormatan.
Kedua, Pasal 13 ayat 1 PP 1/2003 juncto Pasal 8 huruf C Perpol 7/2022 yang berbunyi; Anggota Kepolisian RI dapat diberhentikan tidak hormat dari dinas Polri karena melanggar sumpah atau janji anggota Polri, sumpah atau janji jabatan, dan atau kode etik Polri juncto setiap pejabat Polri dalam etika kepribadian wajib jujur, bertanggung jawab, disiplin, adil, peduli, tegas, dan humanis.
Ketiga, Pasal 13 ayat 1 PP 1/2003 juncto Pasal 8 huruf C angka 1 Perpol 7/2002 yang berbunyi; Anggota Kepolisian RI dapat diberhentikan tidak hormat dari dinas Polri karena melanggar sumpah atau janji anggota Polri, sumpah atau janji jabatan, dan atau kode etik Polri juncto setiap pejabat Polri dalam etika kepribadian wajib mentaati dan menghormati norma hukum.
Keempat, Pasal 13 ayat 1 PP 1/2003 juncto Pasal 10 ayat 1 huruf F Perpol 7/2022 yang berbunyi; Anggota Kepolisian RI dapat diberhentikan tidak hormat dari dinas Polri karena melanggar sumpah atau janji anggota Polri, sumpah atau janji jabatan, dan atau kode etik Polri, juncto setiap pejabat Polri dalam etika kelembagaan dilarang melakukan permufakatan pelanggaran KEPP, atau disiplin atau tindak pidana.
Kelima, Pasal 13 ayat 1 PP 1/2003 juncto Pasal 11 ayat 1 huruf A Perpol 7/2022 yang berbunyi; Anggota Kepolisian RI dapat diberhentikan tidak hormat dari dinas Polri karena melanggar sumpah atau janji anggota Polri, sumpah atau janji jabatan, dan atau kode etik Polri, juncto setiap pejabat polri sebagai atasan dilarang berikan perintah yang bertentangan dengan norma hukum, agama dan kesusilaan.
Keenam, Pasal 13 ayat 1 PP 1/2003 juncto Pasal 11 ayat 1 huruf B Perpol 7/2022 yang berbunyi; Anggota Kepolisian RI dapat diberhentikan tidak hormat dari dinas Polri karena melanggar sumpah atau janji anggota Polri, sumpah atau janji jabatan, dan atau kode etik Polri, juncto setiap pejabat Polri yang berkekedudukan sebagai atasan dilarang menggunakan wewenangnya secara tidak bertanggung jawab.
Ketujuh, Pasal 13 ayat 1 PP 1/2003 juncto Pasal 13 huruf M Perpol 7/2022 yang berbunyi; Anggota Kepolisian RI dapat diberhentikan tidak hormat dari dinas Polri karena melanggar sumpah atau janji anggota Polri, sumpah atau janji jabatan, dan atau kode etik Polri, juncto setiap pejabat Polri, dalam etika kepribadian dilarang melakukan tindakan kekerasan, berperilaku kasar, dan tidak patut.
Sesudah mendengar putusan itu, Ferdy Sambo mengakui segala perbuatannya dan menyesal karena sudah merusak nama Institusi Polri.
Tapi, dia menggunakan haknya mengajukan banding, dengan harapan ada hasil yang berbeda, dan bisa tetap berstatus Anggota Polri.
Jenderal bintang dua itu menyatakan, siap menerima apa pun putusan di tingkat banding yang merupakan upaya terakhir untuk mempertahankan statusnya sebagai abdi negara.(rid)