Jumat, 22 November 2024

Gas Metana dari Sampah Sisa Makanan Memperparah Pemanasan Global

Laporan oleh Dhafintya Noorca
Bagikan
Ilustrasi Membuang Makanan. (Greeners.Co)

Selain masalah sampah rumah tangga dan limbah, salah satu yang juga menjadi sorotan adalah sampah sisa makanan.

Menurut penelitian The Economist Intelligence Unit, Indonesia berada di urutan kedua negara-negara di dunia yang paling banyak sampah sisa makanannya.

Setiap tahun, orang Indonesia diperkirakan memproduksi sampah sisa makanan mencapai 200-300 kilogram.

Eko Baskoro Founder Climate Change Frontier mengatakan, sampah sisa makanan yang bertumpuk dan tertimbun saat membusuk kemudian terdegradasi akan menghasilkan gas metana. Gas metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang berdampak pada pemanasan global.

“Kalau dilihat dari penelitian tersebut, tinggal dikalikan saja sampah yang terbuang sama Penduduk Indonesia. Itu kan jumlahnya besar sekali. Bisa dibayangkan berapa gas metana yang terbentuk,” kata Eko Baskoro saat mengudara di Suara Surabaya, Minggu (21/8/2022).

Kondisi itu diperburuk dengan perilaku orang Indonesia yang sering tidak menghabiskan makanan tanpa alasan penting.

“Kita punya perilaku tidak menghabiskan makanan sehingga terbuang. Sudah beli tapi nggak cocok, dibuang. Atau alasan gengsi, kan kita kalau menghabiskan makanan di tempat umum cenderung malu kalau sampai bersih sehingga disisakan sedikit,” ujarnya.

Pencemaran ditambah lagi dengan sampah plastik kemasan pembungkus makanan. Menurut Eko, bukan hanya mencemari lingkungan, sampah plastik juga sulit diurai oleh alam. Sehingga, hanya akan menjadi tumpukan sampah yang tidak ada ujung solusinya.

Kalau dibiarkan berlarut-larut, sampah sisa makanan akan menimbulkan dampak buruk jangka pendek dan panjang untuk lingkungan.

“Dampak pendeknya akan mencemari tanah. Sisa makanan akan membusuk, saat terjadi hujan akan larut masuk ke dalam tanah hingga masuk air bawah tanah dan mencemarinya. Jangka panjangnya gas metana yang mempengaruhi perubahan iklim,” paparnya.

Supaya permasalahan itu dapat terselesaikan, dia kembali mengingatkan masyarakat mengubah perilaku terhadap makanan.

“Harus bisa mengukur. Mending kurang tapi nambah lagi daripada ada sisa yang dibuang,” kata Eko.

Dia pun meminta Pemerintah memperbaiki serta memperbanyak tempat pengelolaan sampah dan limbah di Tanah Air.(dfn/rid)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs