Joko Widodo Presiden, siang hari ini, Selasa (16/8/2022), menyampaikan Keterangan Pemerintah atas Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) Tahun Anggaran 2023 beserta Nota Keuangannya, pada Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I DPR RI Tahun Sidang 2022-2023, di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta.
Dalam pidatonya, Presiden bersyukur Indonesia menjadi salah satu negara yang berhasil mengatasi pandemi Covid-19 dan memulihkan ekonominya dengan cepat.
“Alhamdulillah, Indonesia mendapatkan apresiasi sebagai salah satu negara yang berhasil mengatasi pandemi dan memulihkan ekonominya dengan cepat. Pemulihan ekonomi Indonesia dalam tren yang terus menguat, tumbuh 5,01 persen di triwulan I 2022 dan menguat signifikan menjadi 5,44 persen di triwulan II tahun 2022,” ujarnya.
Kepala Negara menjelaskan, sektor-sektor strategis seperti manufaktur dan perdagangan tumbuh secara ekspansif.
Tren positif itu didukung konsumsi masyarakat yang mulai pulih, serta solidnya kinerja ekspor. Neraca perdagangan juga telah mengalami surplus selama dua puluh tujuh bulan berturut-turut.
“Sektor manufaktur yang mengalami pemulihan kuat menopang tingginya kinerja ekspor nasional. Itu mencerminkan keberhasilan strategi hilirisasi industri yang dijalankan sejak tahun 2015,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Presiden menyebut tingginya kinerja ekspor juga didukung sektor pertambangan seiring meningkatnya harga komoditas global.
Sektor transportasi dan akomodasi yang paling terdampak pandemi juga mulai mengalami pemulihan, masing-masing tumbuh 21,3 persen dan 9,8 persen pada triwulan II tahun 2022.
“Pada Juli 2022, Indikator Purchasing Managers’ Index (PMI) meningkat menjadi 51,3 persen, mencerminkan arah pemulihan yang makin kuat pada semester II,” tambahnya.
Selain itu, laju inflasi Indonesia juga masih jauh lebih moderat dibandingkan dengan negara-negara lain. Per Juli 2022, tingkat inflasi Indonesia sebesar 4,9 persen (year on year).
Kondisi itu ditopang peran APBN dalam menjaga stabilitas harga energi dan pangan. Konsekuensinya, anggaran subsidi dan kompensasi energi pada tahun 2022 meningkat menjadi Rp502 triliun.
Ke depan, Presiden mengingatkan semua pihak untuk terus waspada karena risiko gejolak ekonomi global masih tinggi.
Perlambatan ekonomi dunia tetap berpotensi memengaruhi laju pertumbuhan ekonomi domestik dalam jangka pendek. Di samping itu, Jokowi menilai konflik geopolitik dan perang di Ukraina menyebabkan eskalasi gangguan sisi suplai yang memicu lonjakan harga-harga komoditas global dan mendorong kenaikan laju inflasi di banyak negara, tidak terkecuali Indonesia.
Bank sentral di banyak negara melakukan pengetatan kebijakan moneter secara agresif. Pengetatan itu menyebabkan guncangan pada pasar keuangan di banyak negara berkembang yang memiliki konsekuensi pada melemahnya nilai tukar mata uang sebagian besar negara berkembang.
“Dengan berbagai tekanan tersebut, IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi global melambat signifikan dari 6,1 persen di tahun 2021 menjadi 3,2 persen di tahun 2022 dan 2,9 persen di tahun 2023,” katanya.
Presiden pun menegaskan, ketidakpastian global tidak boleh membuat Pemerintah pesimistis.
Dalam delapan tahun terakhir, Indonesia telah memupuk modal penting untuk menciptakan ekosistem pembangunan yang lebih kondusif.
Pembangunan infrastruktur secara masif, perbaikan kualitas sumber daya manusia, serta penyederhanaan aturan berusaha dan berinvestasi merupakan upaya-upaya kunci untuk memperkuat fondasi perekonomian nasional menghadapi tantangan masa depan.
“Transformasi struktural terus dipacu untuk membangun mesin pertumbuhan ekonomi yang lebih solid dan berkelanjutan. Hilirisasi industri untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi terus diperkuat. Ekonomi hijau terus didorong. Penggunaan produk dalam negeri harus diprioritaskan, guna mengurangi ketergantungan impor. Ekonomi digital juga difasilitasi agar UMKM naik kelas dan melahirkan decacorn-decacorn baru kelas dunia di masa depan,” tuturnya.
Kemudian, Presiden juga menekankan keseimbangan kebijakan makro-fiskal. Konsolidasi fiskal sangat krusial, dan kesehatan APBN ditingkatkan supaya adaptif dan responsif dalam jangka menengah dan jangka panjang.(rid/iss)