Deddy Yevri Sitorus Politikus PDI Perjuangan (PDIP) menilai, saat ini ada segelintir elit kelompok kepentingan berkedok relawan yang sedang resah dengan bergulirnya tahapan-tahapan Pemilu 2024. Sekelompok kecil elit kelompok kepentingan berkedok relawan ini sebenarnya adalah parasit-parasit kekuasaan yang ingin tetap eksis dan mendapatkan posisi politik serta akses terhadap APBN maupun BUMN.
Hal itu disampaikan Deddy dalam keterangannya, Sabtu (13/8/2022) kepada media.
Menurut Deddy, kelompok relawan sebagai bagian dari volunterisme adalah bagian dari perkembangan demokrasi yang positif sebagaimana ditunjukkan dalam peradaban politik di barat dan terutama Amerika.
Volunterisme atau kerelawanan adalah semangat partisipasi politik yang muncul ketika adanya kepemimpinan baru yang menawarkan perubahan, adanya kesamaan kepentingan yang kuat atau munculnya musuh bersama yang mengancam.
Hal itu bisa dilihat dari menjamurnya kelompok-kelompok relawan saat perhelatan demokrasi di negara-negara maju seperti Amerika dan Inggris saat Clinton dan Obama memenangkan kontestasi Presidensial di Amerika atau kemenangan spektakuler Partai Buruh saat dipimpin Tony Blair.
Di Indonesia, fenomena positif hadirnya kelompok-kelompok relawan dapat dilihat saat Joko Widodo memenangkan kontestasi Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012 silam. Fenomena yang relatif sama terjadi di Amerika, Inggris dan Pilgub DKI Jakarta saat itu sangat elegan dan berkualitas.
Para relawan dan organisasi relawan muncul dimana-mana dan bergerak ke arah yang sama tanpa komando dan mengalir dengan baik dari rumah-rumah, kantor, kampung hingga tingkat nasional.
“Gejalanya sama, volunterisme bangkit, massif tetapi bersifat ad hoc. Begitu pemilu selesai, semua relawan kembali pada kehidupan normal dan hanya sedikit yang kemudian meneruskan naluri politiknya di jalur politik formal atau partisan,” ujar Deddy.
“Tetapi di Indonesia, sejak pemilu 2014 hingga hari ini banyak relawan atau kelompok relawan yang akhirnya justru berubah menjadi aktor politik dan ormas permanen,” ujar Deddy.
Aktor-aktor politik baru yang lahir sejak 2014 ini, sebagian besar sebelumnya aktif di partai politik dan ormas atau LSM. Ternyata, kata Deddy, mulai merasakan nikmatnya kekuasaan dan akses ekonomi yang didapatkan dengan terus menumpang di ketiak kekuasaan.
“Ada pimpinan relawan yang kemudian menempatkan saudara, teman dan anggotanya di kementerian-kementerian dan BUMN untuk mengakses jabatan, APBN maupun menikmati madu proyek-proyek BUMN. Banyak dari mereka yang kemudian berperilaku buruk melebihi elite politik, bermodal kedekatan atau sekedar foto dan selfie dengan para pejabat dan penguasa,” urai Deddy.
“Mereka aktif meminta ketemu dengan para pejabat negara dan BUMN agar bisa mendapatkan berbagai akses yang bahkan tidak dimiliki oleh politisi maupun aktivis partai politik,” kata Deddy.
Bahkan, lanjut Deddy, pernah ada elit relawan yang ngambek dan “mengancam” hingga akhirnya mendapatkan posisi wakil menteri. Padahal saudara kandung dan kroninya sudah mendapatkan berbagai jabatan di kekuasaan maupun BUMN.
Sebagai anggota Komisi VI DPR RI yang bermitra dengan Kementerian BUMN serta selalu terlibat sebagai tim inti kampanye Pilpres 2014 dan 2019, Deddy mengaku tahu persis siapa saja dan bagaimana kelakuan para elit relawan tersebut.
“Saya tahu siapa yang sebenarnya punya massa, yang benar-benar bergerak saat pemilu dan siapa yang saat ini jadi benalu kekuasaan,” ujarnya.
Lebih jauh, menurut Deddy, di tengah ketidakpastian calon Presiden atau partai afiliasi, para elit relawan bermental parasitik ini mencoba melakukan berbagai manuver-manuver politik.
“Tidak lebih dan tidak kurang, tujuannya adalah agar punya saham dalam pemerintahan berikutnya dan terus menikmati kue kekuasaan yang memabukkan itu,” kata Deddy.
Menurutnya, atas nama organisasi, mereka membawa-bawa massa yang sangat mencintai Jokowi Presiden dan bertindak seolah-olah sebagai kepanjangan tangan atau aparatur kehendak politik Presiden.
“Para anggotanya tidak pernah tahu bahwa para pentolan relawan itu hidup dan berperilaku melebihi elit politik, meskipun seringkali mereka harus keluar ongkos sendiri dalam setiap kegiatan. Sementara elitnya sibuk menagih proposal ke sana kemari dan uangnya entah kemana,” beber Deddy.
Menurut Deddy, sebagian aktivis relawan itu memang punya jiwa volunterisme yang besar dan sangat mengidolakan Jokowi. Orang-orang dan kelompok tersebut biasanya bekerja konkret untuk membantu mengagregasikan kepentingan masyarakat atau mengawal program pemerintah.
Tetapi tidak banyak yang mau mengoreksi perilaku koruptif, parasitik dan avonturisme politik kekuasaan yang dimainkan beberapa tokoh relawan tertentu. Dan tokoh-tokoh elit politik ini bukan tidak mungkin pada saatnya juga akan berhadapan dengan kasus-kasus hukum atau mengalami pembalasan politik di masa depan jika mereka gegabah melakukan manuver politik.
“Oleh karena itu, saya berharap agar para elit relawan yang haus kekuasaan itu sadar dan mengoreksi diri. Sadarlah, tidak ada kekuasaan yang abadi. Semua ada akhirnya, kecuali ideologi,” tutup Deddy.(faz/iss)