Biro Investigasi Federal (FBI) Amerika Serikat telah menyita 11 set dokumen rahasia, termasuk yang tergolong sangat rahasia, selama menyisir kediaman mantan Donald Trump Presiden Amerika Serikat (AS) ke-45, kata Departemen Kehakiman, Jumat (12/8).
Seperti dilaporkan Antara mengutip dari Reuters, Departemen Kehakiman AS, pada Jumat (12/8/2022), mengungkapkan bahwa penggeledahan perlu dilakukan berdasarkan kemungkinan ada pelanggaran Undang-Undang Spionase.
Ungkapan yang mengejutkan itu tercantum dalam surat perintah penggeledahan yang disetujui oleh seorang hakim pengadilan AS, serta dokumen-dokumen penyerta.
Dokumen-dokumen tersebut diterbitkan empat hari setelah para petugas FBI menggerebek kediaman Trump, “Mar-a-Lago” di Palm Beach.
Sebagai informasi, UU Spionase merupakan salah satu undang-undang yang disebutkan dalam permohonan penerbitan surat perintah penggeledahan, dan mulai diberlakukan pada 1917. Menurut UU tersebut, tindakan menerbitkan informasi yang bisa mengancam keamanan nasional merupakan kejahatan.
Sementara itu, Trump melalui pernyataan di platform media sosial miliknya pada hari yang sama mengatakan, jika semua dokumen tersebut sudah tidak lagi tergolong rahasia, dan telah disimpan di “tempat penyimpanan yang aman.”
“Mereka tidak perlu ‘menyita’ apa pun. Mereka sebenarnya bisa kapan saja mendapatkannya tanpa harus bermain politik dan menerobos masuk ke Mar-a-Lago,” kata Trump.
Penggeledahan dilaksanakan sebagai bagian dari investigasi federal untuk menyelidiki kemungkinan Trump secara ilegal memindahkan dokumen, ketika ia meninggalkan kantor saat masa jabatannya berakhir pada Januari 2021. Dua bulan sebelum itu, Trump mengalami kekalahan dari Joe Biden, kandidat dari Partai Demokrat, dalam pemilihan presiden.
Sementara itu, agen-agen FBI pada Senin (8/8/2022) mengangkut dokumen-dokumen yang ditandai sebagai rahasia. Mereka menyita setidaknya 30 barang, termasuk lebih dari 20 kardus, sejumlah album foto, dan sebuah catatan berisi tulisan tangan.
Ketiga UU, yang dipakai sebagai dasar perintah penggeledahan, menetapkan bahwa kesalahan dalam menangani dokumen pemerintah adalah suatu kejahatan, terlepas dari kenyataan apakah dokumen itu digolongkan rahasia atau tidak.
Dengan demikian, Trump beberapa waktu lalu menyatakan sudah mengeluarkan dokumen itu dari daftar rahasia, tidak menutup kemungkinan telah melakukan pelanggaran hukum.
Menurut surat perintah, para petugas FBI diminta untuk menggeledah sebuah ruangan yang disebut “Kantor 45” di kediaman itu.
Selain itu, mereka diminta menyisir ruangan-ruangan dan bangunan lainnya di kompleks kediaman, yang digunakan Trump atau stafnya, tempat kardus-kardus atau dokumen kemungkinan disimpan.
Di sisi lain, Departemen Kehakiman dalam permohonan penerbitan surat penggeledahan yang disetujui oleh Bruce Reinhart Hakim Pengadilan Magistrat AS, mengatakan bahwa pihaknya memiliki keyakinan mendasar terkait pelanggaran UU Spionase di kediaman Trump.
Departemen Kehakiman belakangan ini menggunakan UU Spionase itu pada berbagai kasus menghebohkan, termasuk terkait Edward Snowden mantan pegawai kontrak Badan Keamanan Nasional, Chelsea Manning mantan analis intelijen militer serta Julian Assange pendiri WikiLeaks. (ant/bil/iss)