Mahfud MD Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) menyebutkan, pelaku pencopotan kamera pengawas atau CCTV oleh Irjen Pol. Ferdy Sambo mantan Kadiv Propam Polri bisa dikenai sanksi pidana.
“Pencopotan CCTV itu bisa masuk ranah etik dan bisa masuk ranah pidana. Bisa masuk dua-duanya,” kata Mahfud dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Minggu (7/8/2022) seperti dikutip dari Antara.
Menurut dia, Ferdy Sambo tidak hanya melakukan pelanggaran etik, tapi bisa dikenakan pidana.
“Jadi pengambilan CCTV itu bisa melanggar etik, karena tidak cermat atau tidak profesional. Namun, sekaligus juga bisa pelanggaran pidana karena ‘obstraction of justice’ dan lain-lain,” ujar Mahfud.
Dia menambahkan, sanksi pelanggaran etik dengan pelanggaran pidana berbeda. Kalau pelanggaran etik hanya diusut Komisi Disiplin dengan sanksi bisa dikenakan adalah pemecatan, penurunan pangkat, teguran dan lainnya.
Sedangkan peradilan pidana diputus oleh hakim yang hukumannya berupa sanksi pidana seperti masuk penjara, hukuman mati, pidana seumur hidup, perampasan harta hasil tindak pidana, dan lain-lain.
Sebelumnya, Irjen Pol. Ferdy Sambo mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, diduga melanggar prosedur penanganan tempat kejadian perkara tewasnya Brigadir J di rumah dinasnya di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Irjen Pol Dedi Prasetyo Kepala Divisi Humas Polri, mengatakan pelanggaran prosedural itu seperti tidak profesional dalam penanganan olah TKP dan mengambil CCTV.
“Tadi kan disebutkan dalam melakukan olah TKP, seperti Pak Kapolri sampaikan terjadi, misalnya, pengambilan CCTV dan lain sebagainya,” ujar Dedi di Mabes Polri, Sabtu (6/8/2022) malam.
Ferdy Sambo termasuk dalam daftar 25 personel Polri yang melakukan pelanggaran prosedur, tidak profesional menangani TKP Duren Tiga. Ia dan tiga orang lainnya ditempatkan di tempat khusus di Korps Brimob dalam rangka pemeriksaan oleh Pengawasan Pemeriksaan Khusus (Wasriksus) oleh Inspektorat Khusus (Irsus). (ant/ris/iss)