Joko Widodo Presiden memerintahkan para menterinya menggencarkan sosialisasi Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang tengah dibahas Pemerintah bersama DPR RI.
Sosialisasi itu penting supaya masyarakat memahami isu-isu krusial dalam RKUHP yang masih menjadi polemik.
Arahan Presiden tersebut disampaikan Mahfud Md Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), dalam keterangan pers, siang hari ini, Selasa (2/8/2022), di Kantor Presiden, Jakarta.
Menurut Mahfud, RKHUP berisi lebih dari 700 pasal. Dari jumlah tersebut, ada 14 isu yang masih perlu diperjelas oleh pembuat undang-undang, serta didiskusikan bersama masyarakat.
“Bapak Presiden memerintahkan kami yang terkait dengan ini untuk memastikan masyarakat sudah paham terhadap masalah-masalah yang masih diperdebatkan. Sehingga, kami diminta mendiskusikan lagi secara masif dengan masyarakat untuk memberi pengertian, dan meminta pendapat, usul-usul dari masyarakat. Mengapa begitu? Karena hukum adalah cermin kesadaran hidup masyarakat. Sehingga, hukum yang akan diberlakukan juga harus mendapat pemahaman dan persetujuan dari masyarakat. Itu hakikat demokrasi dalam konteks pemberlakuan hukum,” ujarnya.
Ke depan, Pemerintah mengagendakan forum diskusi dengan unsur masyarakat yang difasilitasi Kementerian Komunikasi dan Informatika. Sedangkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia bertugas menyiapkan materi diskusi.
“Terkait 14 masalah akan dilakukan diskusi-diskusi secara lebih terbuka, lebih proaktif melalui dua jalur. Pertama, akan terus dibahas di DPR untuk menyelesaikan 14 masalah. Lalu jalur yang kedua, terus melakukan sosialisasi dan diskusi ke simpul-simpul masyarakat yang terkait,” tegasnya.
Sekadar informasi, ada 14 isu krusial dalam RKUHP yang memicu pro dan kontra masyarakat.
Pertama terkait hukum adat (Pasal 2), lalu pidana mati (Pasal 11), penyerangan harkat martabat Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 218), tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib (Pasal 252), dan unggas/hewan ternak merusak kebun yang ditanami benih (Pasal 278 dan 279).
Kemudian, isu penghinaan terhadap pengadilan yang ada di Pasal 281, penodaan agama (Pasal 304), penganiayaan hewan (Pasal 342), lalu isu alat pencegah kehamilan dan pengguguran kandungan (Pasal 414-416).
Selanjutnya, isu penggelandangan (Pasal 431), aborsi (Pasal 469-471), perzinahan (Pasal 417), kohabitasi/kumpul kebo (Pasal 418), dan tentang perkosaan dalam ikatan perkawinan yang ada di Pasal 479.(rid/rst)