Sabtu, 23 November 2024

PAPDI: Risiko Fatalitas Cacar Monyet Lebih Tinggi pada Anak-anak dan Ibu Hamil

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan

Adityo Susilo dokter spesialis dari Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) mengatakan, risiko fatalitas penyakit Cacar Monyet (Monkeypox) lebih tinggi pada kelompok anak-anak, ibu hamil, lanjut usia, dan orang dengan imunitas rendah (imunosupresi).

“Risiko fatalitas Cacar Monyet ini lebih tinggi pada kelompok anak-anak, ibu hamil, lansia, dan orang dengan imunitas rendah. Namun demikian, berkaca pada pandemi Covid-19, kita harus selalu optimis dengan bekerja sama, dunia mampu bergerak secara cepat menyikapi situasi ini,” ujarnya di Jakarta, Rabu (27/7/2022).

Menurutnya, penyakit Cacar Monyet sebetulnya bersifat zoonosis. Artinya, penularan utama penyakit itu melalui kontak manusia dengan darah, cairan tubuh, atau kulit hewan yang terinfeksi.

Penularan antarmanusia, diduga terjadi akibat kontak erat dengan pasien yang terinfeksi secara langsung.

Antara lain, melalui paparan sekresi saluran napas yang terinfeksi, kontak langsung dengan lesi kulit pasien, dan kontak dengan objek yang tercemar cairan tubuh pasien.

Selain itu, penularan Monkeypox juga bisa lewat transmisi secara vertikal dari ibu ke janin melalui plasental.

Di Afrika, kasus infeksi Cacar Monyet pada manusia akibat kontak dengan hewan yang terinfeksi seperti monyet, tupai, tikus dan lainnya. Memakan daging hewan terinfeksi Monkeypox yang tidak dimasak sampai matang juga bisa menularkan Cacar Monyet.

Dokter Adityo menjelaskan, periode inkubasi Cacar Monyet sekitar 5 sampai 21 hari, dengan rata-rata antara 6 sampai 16 hari.

“Sesudah melewati fase inkubasi, pasien akan mengalami gejala klinis seperti demam tinggi dengan nyeri kepala hebat, limfadenopati, nyeri punggung, nyeri otot dan kelelahan,” katanya.

Lalu, dalam 1 sampai 3 hari sesudah munculnya demam, akan timbul bercak-bercak pada kulit pasien, dimulai dari wajah lalu menyebar ke seluruh tubuh.

“Bercak tersebut terlihat jelas pada bagian wajah, telapak tangan dan telapak kaki. Bercak itu akan berubah menjadi lesi kulit makulopapuler, vesikel dan pustule, lalu dalam 10 hari menjadi koreng,” sebutnya lagi.

Pengurus Perhimpunan Kedokteran Tropis dan Penyakit Infeksi Indonesia (PETRI) itu menambahkan, sampai sekarang masih belum ada pengobatan spesifik untuk Monkeypox.

Tapi, Vaksin Cacar/Smallpox akibat infeksi Virus Variola disinyalir bisa memberikan proteksi sekitar 85 persen untuk mencegah infeksi Cacar Monyet.

Dengan ditemukannya kasus Cacar Monyet di Singapura, Dokter Adityo mengingatkan masyarakat waspada terhadap kemungkinan penyebaran wabah penyakit itu di Indonesia.

Berdasarkan data organisasi kesehatan dunia (WHO), Cacar Monyet awalnya teridentifikasi tahun 1970 di Zaire, lalu menyebar luas di 10 negara Afrika bagian tengah dan barat.

Mulai bulan Mei 2022, Monkeypox mendapat perhatian global karena ada laporan kasus di 75 negara.

Per tanggal 25 Juli 2022, tercatat ada 18.905 kasus konfirmasi Monkeypox di seluruh dunia, dengan rincian 17.852 kasus terjadi di negara tanpa riwayat kasus konfirmasi sebelumnya.

Amerika Serikat melaporkan ada 3.846 kasus infeksi Cacar Monyet. Sementara di kawasan ASEAN, Singapura melaporkan ada 9 kasus konfirmasi, dan Thailand melaporkan satu kasus konfirmasi Cacar Monyet.(rid/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs