Jumat, 22 November 2024

Kunker ke Jepang, Menko Perekonomian RI Berupaya Menarik Investor Bidang Energi Baru Terbarukan

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Airlangga Hartarto Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Foto: Youtube/Sekretariat Presiden

Airlangga Hartarto Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Senin (25/7/2022), melakukan pertemuan dengan Nobumitsu Hayashi Gubernur Japan Bank for International Cooperation (JBIC).

Dalam pertemuan tersebut, Airlangga dan Hayashi membahas sejumlah rencana proyek JBIC di Indonesia.

Menurut Menko Perekonomian, salah satu spesialisasi JBIC adalah pembiayaan di sektor energi.

“Beberapa proyek infrastruktur utama seperti Pembangkit Listrik Tanjung Jati-B, Jawa 1 dan pembangkit panas bumi Sarula dan Muara Laboh, serta proyek LNG Tangguh. Proyek-proyek itu menyediakan sumber energi yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi Indonesia,” ujar Airlangga dalam keterangan pers, Selasa (26/7/2022).

Ketua Umum Partai Golkar itu menegaskan, Pemerintah indonesia berkomitmen mencapai target Net Zero Emission (NZE) tahun 2060.

Untuk mewujudkannya, Pemerintah terus berupaya melakukan berbagai terobosan transisi energi yang lebih bersih dan juga berkelanjutan.

Merespon hal itu, Mamit Setiawan Direktur Eksekutif Energy Watch berharap kunjungan Menteri Koordinator bidang Perekonomian ke Jepang mampu membawa investasi di bidang energi baru dan terbarukan.

“Harapannya denga kunjungan Pak Menko Airlangga ke Jepang bisa membawa investasi terutama di sektor Energi Baru Terbarukan (EBT). Karena, bagaimana pun Indonesia tidak bisa berjalan sendiri tanpa dukungan atau investasi dari negara lain,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (26/7/2022).

Walau Rancangan Undang-undang tentang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) masih belum disahkan, Mamit menilai kunjungan Menko Perekonomian membuktikan keseriusan Pemerintah dalam transisi konsumsi energi fosil ke EBT.

Dia juga berharap kunjungan tersebut membuka peluang kerja sama di bidang nuklir, pengembangan panel surya, panas bumi, atau tenaga angin.

“Sekarang kita memang masih menunggu UU EBT. Walau masih dalam masa persiapan, tapi paling tidak kita bisa mengundang dan meyakinkan investor kalau dalam prosesnya, Indonesia sangat menyambut baik,” lanjutnya.

Selain dengan Jepang, Mamit menekankan pentingnya kerja sama dengan negara mana lain sejauh Indonesia tidak hanya menjadi pemasok bahan baku dan konsumen.

Karena, Indonesia rugi kalau cuma menjual bahan baku dengan harga murah, dan membeli barang jadi dengan harga lebih mahal.

“Dengan adanya investor, Indonesia bisa menjadi produsen dan juga memberikan kontribusi lebih. Sehingga, multiplier effect dari EBT benar-benar terlihat. Selama ini kalau kita kerja sama dengan China lebih banyak investasi di bahan baku. Kirim ke sana untuk diolah, terus dijual lagi ke Indonesia,” tegasnya.

Sementara itu, Achmed Shahram Edianto analis energi dari lembaga pemikir iklim dan energi (Ember) menyatakan, kerja sama dan pembiayaan Jepang mendorong Pemerintah Indonesia mendetailkan jenis proyek dan mendorong pengembangan energi terbarukan.

“Pemerintah Indonesia lebih mendorong tidak hanya teknologi yang mengurangi karbon tetapi mendorong pengembangan energi terbarukan. Itu sesuai dengan komitmen Jepang, yang menghentikan pembiayaan pembangkit listrik batubara, dan mendukung transisi energi,” ucapnya.

Selain Jepang, China juga tengah gencar membiayai proyek hijau yang berfokus pada pengembangan energi terbarukan. Baik Jepang dan China memiliki keahlian sendiri dan juga dana melimpah yang bisa digunakan untuk proyek-proyek energi terbarukan di Indonesia.

“Pendanaan Jepang banyak di geothermal karena spesialisasinya di situ. China kuat di Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTA). Indonesia mau mencari pendampingan teknikal, ekspertise dari masing-masing negara,” kata Achmed.

Dari beberapa proyek yang disampaikan Menko Perekonomian, beberapa di antaranya dianggap cocok. Yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Sarulla, dan Muara Laboh.

“Momentum pemerintah sedang bagus, dan sudah ada komitmen. Dalam konteks meminta asistensi, komitmen Pemerintah Indonesia mencapai NZE, untuk energi terbarukan sudah sesuai,” tandasnya.(rid/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
29o
Kurs