Sabtu, 23 November 2024

Wamenkumham: Kelemahan Kasus Kudatuli Karena Komnas HAM Belum Tetapkan Pelanggaran HAM Berat

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Edward Omar Sharif Hiariej Wakil Menkumham. Foto: Faiz Fadjarudin suarasurabaya.net

Prof. Edward Omar Sharif Hiariej Guru Besar Hukum Pidana yang juga Wakil Menkumham mengatakan satu di antara kelemahan dalam penuntasan penyerangan 27 Juli 1996 adalah kasus ini belum dimasukkan sebagai kasus pelanggaran HAM berat oleh Komnas HAM.

“Sampai saat ini kan Komnas HAM belum pernah merekomendasikan kasus 27 Juli ini masuk dalam pelanggaran HAM berat, dan berdasarkan UU 26 tahun 2000 ini penyelidikannya adalah Komnas HAM,” ujar Hiariej dalam Diskusi Publik Memperingati 26 Tahun Peristiwa 27 Juli yang digelar di kantor DPP PDIP, di Jalan Diponegoro 58, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (21/7/2022).

Hiariej menjelaskankan, untuk masuk ke pengadilan HAM, keputusannya di tangan presiden, dan ini suatu mekanisme yang mau tidak mau adalah proses politik.

“Setelah Komnas HAM merekomendasikan bahwa ini masuk dalam pelanggaran berat HAM kemudian menyerahkan ke Kejaksaan Agung, maka untuk pembentukan pengadilan HAM ini perlu persetujuan DPR. Sehingga sangat kental politiknya,” jelas Hiariej.

Menurut dia, peristiwa 27 Juli 1996 itu adalah kejahatan demokrasi. Dari persepektif pelanggaran HAM berat, kasus ini adalah kejahatan luar biasa, sesuai UU Nomor 26 tahun 2000.

“Ini sangat mungkin masuk ke dalam kejahatan terhadap kemanusiaan. Karena ada serangan, serangan itu dilakukan ke sipil. Yang ketiga, serangan itu dilakukan secara sistematis. Yang keempat ada pengetahuan terhadap serangan tersebut. Maka saya pastikan ini masuk dalam kejahataan kepada kemanusiaan,” ungkapnya.

Sementara, Sandra Moniaga Komisioner Komnas HAM mengatakan bahwa sejauh ini memang status kasus 27 Juli sebagai pelanggaran HAM berat baru bersifat kajian. Pada 2003, memang ada rekomendasi kepada Komnas HAM menyelesaikan sejumlah kasus dugaan pelanggaran HAM berat seperti kasus Tanjung Priok, kasus Petrus (Penembakan Misterius), hingga kasus DOM (Daerah Operasi Militer) Aceh.

“Yang DOM Papua juga belum dilakukan penyelidikan. Begitu pula 27 Juli belum juga melakukan penyelidikan,” kata Sandra.

Menurutnya, penyelidikan pro justitia terhadap 27 Juli belum dibahas lagi oleh Komnas HAM. Namun hal itu bisa berubah jika ada keputusan baru oleh sidang paripurna Komnas HAM.

“Kalau pro justitia ini tidak boleh dilakukan satu komisioner saja, itu putusan sidang paripurna dan tim dilakukan penyelidikan,” tegasnya.

Hasto Kristiyanto Sekretaris Jenderal DPP PDIP menyatakan pihaknya tidak akan pernah berhenti memperjuangkan penuntasan kasus itu. Pihaknya meminta agar aparat pemerintahan terkait bisa memberikan perhatian serius.

“Tentu saja kita tidak akan pernah berhenti memperjuangkan itu, kita tidak pernah pernah lelah walaupun kita menghadapi tembok-tembok ketidakadilan hukum yang terus berhadapan dengan kita untuk menuntaskannya,” kata Hasto.

“Oleh karena itu, DPP PDI Perjuangan mengharapkan kepada Komnas HAM, jajaran Pemerintah, Kejagung untuk betul-betul menindaklanjuti agar peristiwa kelam itu bisa diungkapkan siapa aktor-aktor intelektual yang berada dibalik serangan kantor DPP PDI
Inilah yang kita harapkan,” pungkas Hasto.

Sekadar diketahui, peristiwa 27 Juli itu dikenal juga dengan peristiwa Kudeta Dua Puluh Tujuh Juli atau Kudatuli. Dimana ada upaya penyerangan untuk pengambilalihan paksa gedung kantor PDI yang saat itu diduduki oleh pendukung Megawati Soekarnoputri Ketua Umum.(faz/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs