Pemerintah terus mengantisipasi penyebaran subvarian Virus Corona dengan terus menggencarkan proses vaksinasi dosis ketiga atau penguat antibodi (booster).
Hal itu dilakukan karena kenaikan kasus konfirmasi harian di beberapa negara, termasuk di Indonesia disinyalir akibat Virus Corona Omicron BA.4 and BA.5.
Airlangga Hartarto Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengungkapkan, tidak ada kenaikan kasus yang signifikan di luar Jawa-Bali.
Dari 27.550 kasus aktif nasional, proporsi Jawa-Bali sekitar 94,23 persen atau 25.959 kasus. Sedangkan luar Jawa-Bali 5,77 persen dari total kasus aktif nasional atau sebanyak 1.591 kasus.
Walau ada kenaikan kasus, bed occupancy ratio (BOR) di rumah sakit mau pun tempat-tempat isolasi masih memadai.
“Terlepas dari adanya sedikit peningkatan kasus konfirmasi harian yang terjadi, namun tingkat BOR (isolasi dan ICU) di seluruh provinsi masih dalam tingkat yang aman, secara nasional BOR di kisaran empat persen,” ujarnya di Jakarta, Senin (18/7/2022).
Ketua Umum Partai Golkar itu juga mendorong percepatan capaian target vaksinasi booster dengan mewajibkan vaksin dosis ketiga sebagai syarat pelaku perjalanan dan aktivitas masyarakat di tempat umum.
Tri Yunis Miko Wahyono epidemiolog dari Universitas Indonesia mengatakan, vaksinasi Covid-19 memang seharusnya sampai dosis ketiga atau booster. Karena, vaksinasi memberikan imunitas jangka pendek.
“Menurut saya, dosis lengkap pemberian vaksinasi harusnya sampai booster, bukan dua kali. Vaksinasi Covid-19 itu memberikan imunitas yang jangka pendek. Jangka pendek itu imunitasnya akan terbentuk 1 sampai 3 tahun,” ujarnya di Jakarta, Selasa (19/7/2022).
Dia menambahkan, vaksinasi memang tidak dapat mencegah infeksi, tetapi bisa menurunkan tingkat keparahan penderita Covid-19. Sehingga, tidak perlu dirawat di rumah sakit, dan efektif menjaga rendahnya BOR.
“Booster atau vaksinasi gunanya untuk mengurangi tingkat keparahan. Jadi, orang-orang yang sudah divaksinasi tidak akan parah, dan itu akan menurunkan tingkat hunian rumah sakit,” tambahnya.
Terkait merebaknya Virus Omicron subvarian baru BA.4 and BA.5 di beberapa negara, termasuk Indonesia, Miko juga menerangkan vaksinasi tidak dapat mencegah infeksi. Hanya protokol kesehatan yang bisa menahan laju penyebaran Covid-19.
“Vaksinasi tidak dapat mencegah infeksi. Vaksinasi, apalagi untuk BA.5 dia bisa lolos dari imunitas. Jadi, tidak dapat mencegah infeksi Covid-19. Untuk mencegah itu hanya protokol kesehatan,” imbuhnya.
Maka dari itu, Tri menyarankan semua pihak mengetatkan kembali protokol kesehatan.
“Kalau saat ini masyarakat sudah mulai meninggalkan protokol kesehatan, Pemerintah harus siap siaga meningkatkan kembali protokol kesehatan,” katanya.
Sementara itu, Siti Nadia Tarmizi Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan mengungkapkan layanan telemedisin dan juga isoman kepada masyarakat yang positif covid masih tersedia.
“Masih, terus layanan telemedisin dan isoman yang penting laboratoriumnya terafiliasi dengan PeduliLindungi,” ucapnya.
Layanan itu memberikan konsultasi dengan dokter dan obat gratis dari pemerintah.
Kementerian Kesehatan masih terus memonitor perkembangan di lapangan. Sesuai arahan Joko Widodo Presiden, protokol kesehatan harus tetap dijalankan, dan percepatan vaksinasi terutama vaksin booster.
Per 17 Juli 2022, penambahan Kasus Harian Nasional sebanyak 3.540 kasus yang dikontribusikan dari Jawa-Bali sebanyak 3.368 kasus (95,15 persen), dan luar Jawa-Bali sejumlah 172 kasus (4,85 persen) yang berasal dari transmisi lokal sebanyak 3.527 kasus dan PPLN sejumlah13 kasus.
Positivity Rate harian secara nasional cukup tinggi 5,82 persen (di atas standar WHO 5 persen). Sedangkan, Kasus Kematian tercatat rendah, di luar Jawa-Bali tidak ada kasus, dan secara nasional terdapat 10 kasus.
Terkait tingginya positivity rate, Nadia bilang perlu melihat faktor lain juga.
“Positivity rate bisa naik karena biasanya akan ada varian baru. Tapi kami tetap lihat indikator lain seperti yang dirawat dan angka kematian,” tandasnya.(rid/ipg)