Jumat, 22 November 2024

Dua Pekan Lagi Jaksa Bacakan Tuntutan untuk JE Terdakwa Kekerasan Seksual SMA SPI Batu

Laporan oleh Meilita Elaine
Bagikan
Pengadilan Negeri Malang. Foto: Google Maps

Kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh JE, motivator sekaligus pendiri Sekolah Menengah Atas (SMA) Selamat Pagi Indonesia (SPI) di Kota Batu terus bergulir dan segera masuk sidang pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Edi Sutomo Kepala Seksi Intelejen Kejaksaan Negeri Batu menjelaskan, sidang pertama atau pembacaan dakwaan kasus ini digelar pada 16 Februari 2022. Sampai hari ini, Jumat (8/7/2022), sudah digelar 19 persidangan. Rencananya, sidang pembacaan tuntutan akan dilaksanakan sebelum Rabu (20/7/2022) di Pengadilan Negeri Malang.

“Saksi fakta dalam berkas 20 orang, ahlinya 3 orang. Saksi a De Charge 6 orang, ahlinya 3 orang. Senin kemarin Kak Seto (Seto Mulyadi, psikolog anak) sebagai saksi a De Charge atau saksi yang meringankan terdakwa. Sidang paling baru atau sidang ke-19 diadakan Rabu minggu ini dengan agenda pemeriksaan terdakwa” kata Edi kepada suarasurabaya.net, Jumat (8/7/2022).

Kasus JE kembali ramai diperbincangkan setelah beberapa korban buka suara di media sosial. Tidak sedikit yang geram, lantaran JE belum juga ditahan usai ditetapkan tersangka. Salah satunya Arist Merdeka Sirait Ketua Komnas Perlindungan Anak yang mendampingi korban sejak awal kasus ini dilaporkan ke Polda Jatim pada 29 Mei 2021.

Menanggapi hal itu, Edi membenarkan sejak awal kasus ini ditangani polisi hingga di pengadilan, terdakwa JE tidak pernah ditahan. Edi menjelaskan, Kejari tidak menahan tersangka karena berkas kasus ini sudah lengkap sehingga bisa langsung dilimpahkan ke PN Malang.

“Awalnya ditangani Polda Jatim, kemudian sudah dilimpahkan ke Kejati Jatim. Karena lokasi kejadian ada di Batu, dilimpahkan lagi ke Kejari Batu. Kami (Kejari Batu) melihat kasus ini sudah sangat lama, jadi langsung kita limpahkan ke Pengadilan Negeri Malang. Jadi untuk penahanan atau tidaknya terdakwa menjadi kewenangan PN Malang,” katanya lagi.

Sementara pihak Pengadilan Negeri Malang menyebutkan bahwa penahanan adalah kewenangan majelis hakim. “Sudah berulang kali saya jelaskan, penahanan itu kewenangan majelis hakim, pertimbangannya kewenangan majelis hakim. Sama dengan penyidik, penuntut umum, itu kewenangan masing-masing,” kata Muhammad Indarto Humas PN Malang pada Jumat (8/7/2022).

Menanggapi alasan pengadilan dan jaksa terkait penahanan JE, Riza Alfianto Kurniawan Pakar Hukum Universitas Airlangga mengatakan, yang menjadi masalah adalah proses hukum yang tidak berjalan.

“Setiap tindak pidana ada waktunya. Selama kita bisa melihat tahapan-tahapan proses penegakan hukum, aparat penegak hukum menjalankan aktivitasnya itu nanti akan mengarah ke proses peradilan keluar putusan,” ujarnya.

Meski demikian, Riza mengapresiasi karena kejaksaan langsung melimpahkan ke pengadilan. “Artinya ingin tetap mensidangkan perkara ini dari pada berlama-lama. JPU mungkin sudah yakin akan dakwaan yang didakwakan pada terdakwa,” katanya.

Biasanya, penahanan tersangka tindak pidana kekerasan seksual, kata Riza, dilakukan karena tiga pertimbangan. Pertama, terdakwa ada kemungkinan melarikan diri. Kedua, akan mempengaruhi saksi atau merusak barang bukti. Ketiga, akan mengulangi perbuatan tindak pidana.

Perlu diketahui, para korban didampingi Komnas Perlindungan Anak melaporkan JE ke Polda Jatim 29 Mei 2021. Polisi menetapkan JE sebagai tersangka pada 5 Agustus 2021. Pada 6 Januari 2022, JE mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka dirinya. Hakim Pengadilan Negeri Surabaya menolak praperadilan JE pada sidang 24 Januari 2022.

Atas tindakannya, JE didakwa dengan sejumlah pasal yakni Pasal 81 ayat 1 jo Pasal 76 D Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, juncto Pasal 64 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kemudian, Pasal 81 ayat 2 UU tentang Perlindungan Anak, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP, Pasal 82 ayat 1, juncto Pasal 76e UU Perlindungan Anak, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 294 ayat 2 ke-2 KUHP, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Ancaman hukuman penjaranya minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun.(lta/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
36o
Kurs