Republik Ludruk Indonesia menggelar pentas Ludruk Charity dengan membawakan ulang cerita-cerita dari grup Kartolo Cs. Pentas bertajuk amal ini diadakan, demi membantu Cak Sapari, salah satu seniman ludruk legendaris dalam grup Kartolo Cs, yang saat ini terbaring sakit.
Cak Sapari seorang seniman ludruk kelahiran 5 Juli 1948 itu terbaring sakit sejak 8 bulan terakhir di rumahnya, Simo Mulyo Baru, Surabaya. Bahkan, sampai saat ini masih belum diketahui jenis penyakit yang menggerogoti tubuhnya hingga kurus itu.
“Pengobatan Cak Sapari ke rumah sakit juga terpaksa terhenti karena terbatasnya biaya yang dimiliki keluarga. Biaya untuk membeli obat-obatan selama ini juga didapat melalui rezeki yang dibagikan rekan seniman atau siapa pun yang datang membesuk Cak Sapari,” ujar Robets Bayoned, Founder Republik Ludruk Indonesia, Jumat (17/6/2022) pada suarasurabaya.net.
Sebagai informasi, Republik Ludruk Indonesia sendiri baru dibentuk tahun 2021 dengan gabungan tiga grup ludruk, yakni The Luntas Indonesia, Ludruk Baladda Indonesia dan Ludruk Santri Abioso Pasuruan.
Sementara itu, Ludruk Charity yang digelar kali ini adalah kolaborasi antara The Luntas Indonesia yang memiliki 15 personel dan berdiri tahun 2016 lalu di Surabaya, dengan Ludruk Baladda Indonesia yang beranggotakan sembilan orang, serta baru berdiri 2021 bersamaan dengan Republik Ludruk Indonesia.
Ludruk Charity akan digelar dua kali, yaitu Sabtu (18/6/2022) besok yang bertempat di Warung Mbah Cokro, Jalan Raya Prapen 22 Surabaya pukul 19.27 WIB. Nantinya gelaran pertama tersebut akan membawakan cerita Jas Ontang-Anting, milik Kartolo Cs yang dipentaskan versi Republik Ludruk Indonesia.
Sementara gelaran kedua akan dilaksanakan pada Rabu (22/6/2022), di Cafe Kayoon Heritage, Jalan Embong Kemiri 19-21 Surabaya pukul 19.27 WIB, dengan membawakan cerita Warung Kintel
“Konsep kita kekinian, anak muda, tapi tidak meninggalkan kekhasan yang ada yaitu dibuka dengan kidungan Jula Juli,” kata Robets Bayoned.
Robets mengatakan, kesenian ludruk mulai dilupakan hingga tidak hanya kesulitan regenerasi pemain, tetapi juga penonton. Oleh sebab itu, sejak 2016 awal berdirinya The Luntas Indonesia, mereka tidak hanya menunggu jadwal manggung tapi berusaha menggelar pentas-pentas di warung, cafe, sampai wisata kuliner.
“Banyak anak muda yang mengira ludruk sudah tidak ada, atau bahkan banyak yang tidak tahu soal ludruk. Jadi kita yang datang ke tempat-tempat dimana anak muda berkumpul,” tutur Robets.
Dengan slogan “Menghidupkan ludruk, tanpa mencari hidup dari ludruk” yang dipegang oleh Republik Ludruk Indonesia, membuat mereka ingin terus mengedukasi terutama generasi muda mengenai kesenian ludruk.
Ludruk Charity kali ini, lanjut Robets, juga tidak hanya untuk mengobati kerinduan warga Surabaya. Pentas yang terpaksa harus berulang kali jalan dan berhenti di masa pandemi itu, diharapkan bisa menumbuhkan rasa empati, gotong-royong, saling membantu tanpa melihat siapa yang dibantu.
“Lebih ke pada manusia yang harus bermanfaat untuk manusia lainnya,” pungkas Robets.
Hasil Ludruk Charity yang akan dipentaskan oleh grup ludruk gabungan yang terdiri dari belasan anak muda di bawah 30 tahun itu, sepenuhnya untuk pengobatan Cak Sapari. Bahkan Robets menambahkan sedang berupaya untuk menambah dua kegiatan lagi di tempat yang berbeda pula dengan tetap membawakan cerita-cerita grup ludruk Kartolo Cs yang lain. Ini dilakukan, dengan harapan dapat membantu Cak Sapari. (lta/bil/ipg)