Sabtu, 23 November 2024

DPR: Penggunaan Anggaran BPDPKS Tidak Proporsional dan Tidak Pro Rakyat

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
diskusi dialektika demokrasi bertajuk ‘Subsidi Minyak Goreng, Kinerja BPDPKS Dipertanyakan’. Foto : Faiz Fadjarudin

Anggia Erma Rini Wakil Ketua Komisi IV DPR mengkritisi peran Badan Pengelola dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di tengah polemik kelangkaan minyak goreng akhir-akhir ini.

Belum selesai masalah kelangkaan, pemerintah berencana mencabut subsidi minyak goreng curah mulai 31 Mei 2022.

Menurut Anggia, anggaran BPDPKS yang mencapai lebih Rp130 triliun belum proporsional dalam mendukung subsidi sawit rakyat.

Untuk subsidi minyak goreng curah beberapa pekan belakangan cuma Rp7,6 triliun, sementara untuk biodiesel mencapai Rp110,03 triliun.

“BPDPKS ini mengelola dana yang luar biasa besar, anggaran kementerian itu enggak ada yang sampai segitu, pengalokasiannya yang selalu kami sorot karena sangat tidak proper, sangat tidak proporsional dan sangat tidak prorakyat,” kata Anggia dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk ‘Subsidi Minyak Goreng, Kinerja BPDPKS Dipertanyakan’, di Media Centre DPR RI, Senyan, Jakarta, Rabu (25/5/2022).

Legislator dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menilai, dalam konteks itu negara benar-benar zalim. Karena, dengan anggaran yang begitu banyak, pemerintah tidak bisa menggunakannya secara layak untuk mengatasi krisis minyak goreng.

Sebagian besar dana BPDPKS, selama ink justru lebih banyak dipakai untuk biodiesel.

Atas kondisi itu, Anggia pun pihak mengaku heran dan mempertanyakan siapa sebetulnya pihak yang menikmati? Padahal, penyumbang anggaran pungutan ekspor itu adalah para petani sawit rakyat.

“Saya pernah di dalam rapat kerja mempertanyakan apakah petani rakyat itu menyumbang pungutan itu, anggaran itu? Jawaban dari BPDPKS ke sana-kemari dan enggak jelas. Jadi, kamk tersinggung. r
Rakyat punya sumbangan dan kontribusi untuk anggaran besar yang sekarang dikelola BPDPKS,” beber Anggia.

Lebih lanjut, Anggia menilai BPDPKS seperti event organizer (EO). Karena, tidak jelas posisinya dalam perbaikan infrastruktur sawit dalam negeri.

Sehingga, dia dan mayoritas Anggota Komisi IV DPR RI mendukung evaluasi kinerja BPDPKS.

“Menurut saya memang perlu dibedah dan dievaluasi tentang penggunaan anggaran sekaligus kebijakannya juga,” paparnya.

Sementara, Riezky Aprilia Anggota Komisi IV DPR menilai, minyak goreng seharusnya tidak menjadi polemik apabila dieksekusi secara tepat.

Dalam forum itu, dia juga mempertanyakan transparansi BPDPKS.

“Misalnya terkait bio diesel, itu kan program-programnya, plasma sawit rakyat, karena kamj enggak menutup mata selama ini BPDPKS atau kebijakan-kebijakan terkait program BPDPKS diendusnya cepat sekali sama penegak hukum. Kalau tau ada penyimpangan, anehnya tidak dicegah malah ditindak hukum. Harusnya kan ada pencegahan dulu baru ditindak, ini pencegahannya juga enggak ada,” kritik politikus PDI Perjuangan tersebut.

Rudi Hartono Bangun anggota Komisi VI DPR Fraksi NasDem pun menyoroti dana besar BPDPKS yang sangat minim untuk sawit rakyat.

Dia juga menanyakan peran pejabat terkait dalam kasus kelangkaan minyak goreng yang terjadi beberapa bulan terakhir.

“Kalau pejabat kita kompak, aparatur hukum, polisi, jaksa, DPR semua kompak mengawasi termasuk Pak Presiden, sebenarnya kelangkaan minyak goreng tidak akan terjadi,” katanya.(faz/rid)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs