Kementerian Koperasi dan UKM menyampaikan lima rekomendasi untuk koperasi agar mampu memiliki pabrik minyak goreng.
Pertama ialah melakukan pengembangan minyak sawit merah (palm oil) sebagai solusi dalam mengatasi masalah ketersediaan maupun harga minyak goreng yang terjadi di Indonesia.
“(Kedua), produksi dan pengolahan minyak sawit merah akan menciptakan nilai tambah yang tinggi bagi petani melalui skema korporatisasi pangan berbasis koperasi,” ungkap Ahmad Zabadi Deputi Bidang Perkoperasian Kemenkop dalam sebuah acara dengan tema “Pengolahan Minyak Goreng Oleh Koperasi: Tantangan dan Peluang”, lewat keterangan resmi yang dilansir Antara, Rabu (18/5/2022).
Selanjutnya, minyak sawit merah disebut dapat menjadi solusi atas stunting/gizi buruk mengingat komoditas itu memiliki kandungan nutrisi yang tinggi.
Kemudian, lanjut dia, lahan sawit rakyat yang tersebar di berbagai provinsi Indonesia perlu dioptimalkan guna kepentingan petani serta peningkatan produk lokal.
Kelima, pengembangan minyak sawit merah dapat menggunakan teknologi tepat guna sehingga bisa dikembangkan dan dikelola berbasis komunitas dengan skala investasi yang terjangkau serta mampu didesentralisasi ke berbagai wilayah/regional.
“Rekomendasi keenam, pengembangan minyak sawit merah membutuhkan skema standarisasi tertentu, di luar standar SNI (Standar Nasional Indonesia) minyak goreng pabrik,” ucap Zabadi.
Atas rekomendasi tersebut, para pemangku kepentingan yang hadir bersepakat mengarusutamakan pengembangan, pengolahan dan penggunaan minyak sawit merah bagi koperasi maupun Usaha Mikro kecil dan Menengah (UMKM).
Lalu, membentuk Kelompok Kerja (Pokja) pengelolaan minyak sawit merah oleh koperasi. Ketiga, membangun agenda aksi bersama untuk mengimplementasikan pengolahan minyak sawit merah oleh koperasi dalam skala komersial.
“Keempat, membuat pilot project di beberapa wilayah di Indonesia sampai akhir tahun 2022,” ungkapnya.
Karena itu, Zabadi menyampaikan bahwa perkebunan sawit rakyat yang masih dikelola petani swadaya kecil dengan kepemilikan lahan sekitar 2-4 hektar dapat berkonsolidasi membentuk kelompok tani sehingga bisa mendirikan koperasi.
“Itu harus segera dipetakan. Kemudian, kita dampingi. Sehingga kemandirian para petani sawit untuk memiliki bargaining position dalam industri sawit skala kecil dapat diwujudkan,” kata dia.(ant/iss)