Komisi A DPRD mengkritik Pemerintah Kota Surabaya terkait ribuan gedung di Surabaya yang belum mengantongi Sertifikat Laik Fungsi (SLF).
“Sanksi di Perwalinya itu terlalu lemah. Jadi alangkah baiknya pemerintah kota mengevaluasi terkait sanksi,” kata Bahtiyar Rifai Anggota Komisi A DPRD Kota di Gedung DPRD Kota Surabaya, Selasa (10/5/2022).
Sertifikat Laik Fungsi merupakan sertifikat yang diterbitkan oleh pemerintah kota terhadap bangunan gedung yang telah selesai dibangun sesuai IMB, dan telah memenuhi persyaratan kelaikan teknis sesuai fungsi bangunan berdasar hasil pemeriksaan dari instansi terkait.
Kebijakan SLF sendiri termuat dalam Perwali Kota Surabaya No 14 Tahun 2018. Setahun setelahnya dianggap sebagai masa sosialisasi. Seharusnya sudah mulai efektif sejak 2020 tapi hantaman pandemi membuat pengusaha menunda pengurusan SLF-nya.
SLF menjadi sorotan pascakejadian ambrolnya wahana seluncur Waterpark Kenjeran Surabaya dan ambruknya plafon mal Surabaya Plaza (Delta Plaza).
“Kalau sanksi tidak dipertegas. Pengusaha juga tidak akan mengindahkan. Mengurus SLF ini penting sebagai garansi dari kelayakan gedung itu sendiri,” tegasnya.
Bahtiyar menyampaikan, sanksi bagi pengelola sudah dilakukan tapi hanya sebatas teguran tertulis. Belum sampai pada penutupan atau penyegelan.
Sementara Pertiwi Ayu Krishna Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya menyampaikan hal senada, dirinya juga menilai sanksi yang diberikan pemkot masih terlalu lemah.
“Ada sanksinya tapi memang tidak terlalu berat. Cuma sanksi denda, saya rasa kurang berat ya. Karena itu sepele buat mereka. Karena dianggap sepele makanya mereka malas,” kata Ayu.
Ada 2.000 gedung lebih di Surabaya yang yang seharusnya mengantongi SLF, kata Pertiwi, tapi baru ada 59 gedung yang sudah selesai dan 116 sisanya masih dalam tahap pengurusan.
SLF dan pengecekan kondisi fisik bangunan dinilai penting demi keselamatan bersama. SLF akan memeriksa sirkulasi udara, pencahayaan ruang, sanitasi dan perpipaan, pengelolaan limbah, serta penggunaan bahan bangunan.
SLF harus dimiliki bangunan gedung, sebelum bangunan gedung tersebut dimanfaatkan atau digunakan. Diterbitkan dengan masa berlaku 5 tahun untuk bangunan umum dan 10 Tahun untuk bangunan rumah tinggal.
Sebelum masa berlaku SLF habis, harus diajukan kembali permohonan perpanjangan SLF, dengan dilengkapi laporan hasil Pengkajian Teknis Bangunan Gedung yang dilakukan oleh Pengkaji Teknis Bangunan Gedung yang memiliki Izin Pelaku Teknis Bangunan/ IPTB bidang Pengkaji Bangunan.
“Sesegera mungkin SLF itu harus diurus. Kami menekankan juga kepada Pemerintah Kota, harus sesegera mungkin melakukan pengecekan fisik lokasi,” kritiknya.
“Pihak Delta Plaza ternyata juga belum mengantongi izin SLF,” imbuh perempuan yang lebih akrab disapa Ayu itu.
SLF dinilai penting karena menyangkut kelayakan fungsi bangunan itu sendiri dan keselamatan masyarakat sebagai pengunjung.
“Benar ini memang masa pemulihan ekonomi tapi jangan sampai mengesampingkan keselamatan,” tegasnya.
Sebagai upaya tegas, Ayu bahkan mendorong Pemkot untuk mempertajam muatan sanksi di Perwalinya.
“Kalau perlu diubah Perwalinya. Lebih ditekankan lagi, dipertajam lagi agar tidak merepotkan OPD lain yang melakukan penertiban seperti Satpol PP,” ujarnya.
Ia pun akan memanggil pengelola gedung dan mal untuk meminta agar menuntaskan SLF.
“Nanti secara bertahap semua pengelola gedung dan mal akan kita panggil bergantian. Kita akan tuntaskan SLF-nya,” pungkasnya.(tha/dfn/ipg)