Sabtu, 23 November 2024

Pakar: Kenaikan Harga Komoditas Karena Dampak Global Bisa Diatasi Faktor Internal

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi. Sejumlah komoditas bahan-bahan kebutuhan di Pasar Wonokromo. Foto: Dok/suarasurabaya.net

Harga komoditas yang terus mengalami tren kenaikan, disinyalir juga dipicu konflik antara Rusia dan Ukraina yang sampai saat ini masih berlangsung.

Pasalnya, kedua negara tersebut merupakan penghasil komoditas yang banyak dibutuhkan oleh global. Dengan sanksi yang diberikan kepada Rusia sebagai salah satu negara pemasok minyak terbesar, tentu akan mempengaruhi harga minyak global. Sementara Ukraina sebagai penghasil gandum terbesar, juga memiliki dampak besar pada sektor pangan.

Menanggapi hal ini, Drajad Wibowo Ekonom Senior Institute for Development Of Economics and Finance pada program Wawasan Radio Suara Surabaya Jumat (22/4/2022) mengatakan, faktor eksternal (perang Rusia vs Ukraina) memang sangat mempengaruhi global yang berujung pada kenaikan komoditas.

“Efeknya memang besar, apalagi pada sektor pangan dan energi. Tapi untuk sektor pangan Indonesia masih untung, karena makanan pokok kita beras dan Ukraina produksinya gandum. Tapi emang ada faktor eksternal juga yang mempengaruhi kenaikan komoditas lain seperti minyak,” paparnya.

Meski demikian, Drajad menjelaskan, ada faktor internal yang bisa dilakukan untuk mengurangi besarnya pengaruh faktor eksternal tersebut. Beberapa diantaranya, dengan menjaga sistem produksi pertanian dari dalam negeri.

“Dulu jaman Soeharto Presiden itu ada istilah ‘sandang pangan papan’ itu kunci, jadi kita perlu untuk menjaga sistem produksi dan harga pertanian. Konkritnya, kita ini produsen minyak goreng terbesar, kalau ada kelangkaan berarti masalahnya ada di distribusi,” ujarnya.

Indonesia dinilai tidak memiliki kekuatan untuk bermain di pasar meski memiliki satgas pengawasan, karena tidak memiliki stok komoditas terkait.

“Rumusnya simpel, ketika harga tinggi, stok barang negara tinggal digelontorkan di pasar agar harganya turun. Baru ketika harga anjlok negara beli barang. Rumusnya sederhana tapi butuh manajemen yang bagus,” terangnya.

Terkait langkah jangka pendek untuk menyikapi harga komoditas yang terlanjur mengalami kenaikan, Drajat menilai, Pemerintah tidak seharusnya hanya mengandalkan kebijakan bantuan langsung tunai (BLT).

BLT dinilai memang bagus secara politik, namun tidak untuk perputaran ekonomi. Hal ini, dikarenakan kenaikan harga tidak hanya berdampak pada orang miskin, tapi juga kalangan menengah yang juga butuh solusi.

“Solusi jangka pendek untuk negara terkait komoditas pangan, kita kan punya bulog untuk mengelola stok. Tinggal negara alokasikan dananya, karena sekali lagi memang butuh anggaran. Sementara untuk masyarakat, kita cari penghasilan lebih gede atau terpaksa ngirit,” kata Drajad.

Kenaikan harga komoditas ini pun, mendapat banyak tanggapan dari kalangan masyarakat. Ada yang menilai negara sudah tidak bisa berbuat banyak karena hal ini disebabkan konflik skala global.

“Sebenarnya kelangkaan dan kenaikan harga pasca pandemi itu sudah sering dibicarakan sejak lama oleh para ahli, apalagi dengan adanya perang Rusia sama Ukraina ini. ya tambah parah kondisinya apalagi sekarang banyak negara besar yang menjaga stok untuk ketahanan pangan mereka sendiri ,” ujar Agus Bakri pendengar Suara Surabaya.

Selain itu, adapula yang beranggapan jika negara masih memiliki opsi untuk mengurangi dampak kenaikan tersebut.

“Harusnya ada keringanan yang diberikan jika kondisinya jadi seperti ini, contohnya mungkin PPN naik jadi 11 persen kemarin itu bisa ditunda dulu,” jelas Indro Wahyudi.

Sebelumnya, Joko Widodo Presiden pada awal April lalu telah memperingatkan jajaran menterinya untuk lebih waspada dan memantau perkembangan harga-harga komoditas, utamanya pangan dan energi.

Ada dua dampak yang akan dirasakan Indonesia dari kondisi yang terjadi pada global saat ini. Pertama adanya kenaikan penerimaan ekspor, kedua di sisi lain juga ada transmisi atau dampak kenaikan beberapa komoditi bagi masyarakat. (bil/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs