Sabtu, 23 November 2024

WHO: 5,3 Persen Penduduk Dunia Mengalami Gangguan Pendengaran

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
dr. Rosa Falerina Sp.THT-KL(K) National Hospital Surabaya, Selasa (19/4/2022). Foto: Meilita suarasurabaya.net

Telinga merupakan salah satu indra yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hampir seluruh aktivitas melibatkan pendengaran. Gangguan pada telinga bisa mempengaruhi kualitas hidup seseorang.

Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) mencatat, pada tahun 2019 sebanyak 5,3 persen penduduk di dunia mengalami gangguan pendengaran. Total penduduk dunia pada tahun itu sekitar 466 juta orang dan 34 juta di antaranya merupakan anak-anak.

“Sekitar satu sampai tiga dari 1.000 kelahiran bayi mengalami gangguan pendengaran. Jumlah itu mungkin sedikit, tapi kalau dikalikan bisa jadi banyak,” ujar dr. Rosa Falerina, Sp.THT-KL(K) National Hospital Surabaya di acara Health Talk Pentingnya Pemeriksaan Pendengaran Pada Bayi dan Anak, Selasa (19/4/2022).

Pemeriksaan pendengaran pada bayi berusia dua hari setelah lahir penting dilakukan agar tidak mengurangi kualitas hidupnya  Jika gangguan itu dibiarkan sampai anak berusia dua tahun, bisa mengganggu kemampuan bicaranya, kegiatan bersosialisasi, keunggulan akademik, hingga yang paling parah depresi.

“Respon anak terhadap suara itu yang kadang orang tua belum paham. Karena anak belum bisa menimpali apa yang kita bicarakan. Saya anjurkan dua hari periksa, kemudian saya edukasi kalau ada keluhan harus segera kembali,” ujarnya.

Dokter Rosa juga menjelaskan pemeriksaan pendengaran pada bayi usia dua hari setelah kelahiran itu penting untuk mengetahui apakah rumah siput telinganya berfungsi dengan baik.

“Pendengaran bayi perlu distimulasi sejak lahir. Bayi usia enam bulan harus sudah bisa ‘bubbling’, setahun minimal sudah bisa satu kata,” tambahnya.

Selain bawaan lahir, ada juga gangguan pendengaran yang diawali penyakit ringan. “Cacar, gondong, flu itu bisa menyebabkan gangguan pendengaran,” jelas dr. Rosa.

Penandatanganan nota kesepahaman Kasoem Hearing Center dan National Hospital Surabaya, Selasa (19/4/2022). Foto: Meilita suarasurabaya.net

Kemudian untuk gangguan pendengaran pada lansia dapat menyebabkan depresi. “Mereka merasa kenapa orang selalu marah, kenapa selalu berteriak pada mereka. Itu bisa menurunkan kualitas kebahagiaan,” kata dr. Rosa.

Menurutnya, gangguan pendengaran pada lansia itu pasti terjadi, karena setiap organ tubuh mengalami penurunan fungsi. Termasuk beberapa penyakit tertentu yang akan mempercepat terjadinya gangguan pendengaran.

“Usianya beda-beda, biasanya di atas 60 tahun. Ada yang di atas 70 tahun. Pengaruh sistem metabolisme tubuh. Seperti kencing manis, darah tinggi akan mempercepat gangguan pendengaran lansia,” jelasnya.

Selain itu, untuk mengantisipasi terjadinya gangguan pendengaran, sebaiknya dilakukan pembersihan secara rutin tiap enam bulan sekali. Dokter Rosa memastikan, selalu ada solusi untuk gangguan pendengaran pada bayi sampai lansia.

Pada kesempatan yang sama, juga dilaksanakan penandatanganan nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) antara Kasoem Hearing Center dan National Hospital Surabaya. Kerja sama itu menghasilkan layanan Hearing Excellent Center yang lengkap dan komprehensif sehingga memudahkan masyarakat mengetahui gangguan pendengaran baik pada bayi, anak-anak, hingga lansia.(lta/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs