Senin, 25 November 2024

Kasus Begal di Lombok, Hukum Melindungi Hak Korban Kejahatan untuk Membela Diri

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Korban begal (kanan) yang ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian, karena membunuh pelaku, Sabtu (16/4/2022). Foto: Antara

Riza Alifianto Kurniawan Dosen Hukum Pidana Universitas Airlangga mengatakan hukum memberikan perlindungan kepada orang yang terpaksa melakukan pembelaan diri ketika ada serangan yang mengancam harta kekayaan, nyawa, anggota badan, dan kehormatannya.

“Hukum memberikan hak untuk melakukan pembelaan diri dan ini sudah diatur dalam Pasal 49 KUHP. Pembelaan terpaksa dan pembelaan yang melebihi batas diperbolehkan. Syaratnya, harus ada serangan yang melawan hukum, seperti pemerkosaan, pencurian, pembunuhan, atau penganiaya yang mengancam korban. Penyerangan dimulai oleh pelaku,” ujarnya dalam program Wawasan di Radio Suara Surabaya, Selasa (19/4/2022)

Bahkan, dalam hal pencurian dengan kekerasan atau begal, korban dibenarkan untuk membela diri dengan senjata dia miliki atau dia temukan di lokasi.

Karena itu, langkah jajaran Satreskrim Polres Lombok Tengah yang menetapkan korban begal berinisial AS sebagai tersangka dalam dugaan kasus kasus pembunuhan dan penganiayaan dua begal baru-baru ini, kurang tepat.

“Penyidik harus bijak, jangan terburu buru menetapkan tersangka. Penyidik punya kewenangan mengumpulkan alat bukti. Kalau menemukan ada bukti ini pembunuhan terpaksa, jangan buru buru menetapkan korban begal adalah tersangka. Cukup ditetapkan sebagai saksi saja kemudian dilimpahkan ke penuntut umum. Nanti penuntut umum menyidangkan perkara ini untuk mengkualifikasi perbuatan korban apakah benar atau tidak. Hakim yang akan menentukan Pasal 49 KUHP ini menjadi pembenar atau pemaaf,” kata Riza.

Kemudian, terkait penghentian penyidikan kasus itu, Riza meyakini alasannya bukan karena viral. “Mungkin penyidik menemukan fakta lain seperti tidak adanya tindak pidana yang terjadi,” kata Riza.

Keriuhan di media sosial dan pemberitaan media massa, menurut Riza, adalah salah satu bentuk pengawasan dari masyarakat. Gunanya untuk membantu agar tidak ada penyalahgunaan wewenang oleh pemerintah dan penegak hukum.

Sebelumnya, Jajaran Satreskrim Polres Lombok Tengah menetapkan Amaq Sinta yang merupakan korban begal sebagai tersangka dalam dugaan kasus dua begal yang tewas bersimbah darah di jalan raya Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Minggu (10/4/2022) dini hari.

Selain menetapkan korban menjadi tersangka dalam dugaan kasus pembunuhan dan penganiayaan, dua teman pelaku begal inisial WH dan HO warga Desa Beleka yang berhasil melarikan diri juga ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus tindak pidana curat.

Kronologis kejadian itu bermula ketika korban pergi ke Lombok Timur untuk mengantarkan makanan kepada ibunya. Di tengah jalan di TKP korban dipepet oleh dua orang pelaku begal dan melakukan perlawanan menggunakan senjata tajam. Tidak lama kemudian datang dua teman pelaku yang kemudian melakukan perlawanan juga kepada korban, namun semua pelaku berhasil ditumbangkan oleh korban.

Dalam kejadian itu, satu korban melawan empat pelaku yang mengakibatkan dua pelaku begal inisial P (30) dan OWP (21) warga Desa Beleka tewas. Sedangkan dua pelaku lainnya melarikan diri dan saat ini telah diamankan Polisi.

Polisi menghentikan penyidikan kasus ini pada Sabtu (16/4/2022). Berdasarkan gelar perkara khusus, penyidik tidak menemukan unsur perbuatan melawan hukum baik secara materiil maupun formil. Penyidik melihat perbuatan AS sebagai bentuk pembelaan terpaksa sesuai yang diatur dalam Pasal 49 ayat 1 KUHP tentang Pembelaan Terpaksa (Noodweer). (iss/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Senin, 25 November 2024
31o
Kurs