Kementerian Agama meminta masyarakat tidak membagikan zakat secara massal dan menimbulkan kerumuman. Tetapi, menyalurkannya melalui lembaga resmi yang kredibel. Salah satunya melalui masjid yang sudah terdaftar sebagai UPZ (Unit Pengumpul Zakat) di bawah kendali BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional).
Berdasarkan data, di Indonesia hanya 8 persen dari total 270.241 masjid yang terdaftar UPZ. Sementara 92 persen diantaranya belum menjadi UPZ. Sedangkan hasil kajian Kemenag dan BAZNAS, secara total estimasi pengumpulan ZIS (Zakat, Infaq, dan Sedekah) di masjid yang belum menjadi UPZ di seluruh Indonesia sebesar Rp 6,56 Triliun. Nominal itu dinilai sangat besar dan dapat membantu jutaan masyarakat mustahik, fakir, miskin, dan dhuafa.
Menanggapi hal itu, Arif Affandi Ketua Dewan Masjid Surabaya saat mengudara di Suara Surabaya mengatakab, meski belum semua masjid terdaftar sebagai UPZ, tetapi selama ini masjid sudah menjadi pengumpul zakat mulai dari mengumpulkan, mengelola, hingga mendistribusikan. Hanya saja sifatnya tidak resmi.
Jika dilihat dari UU Nomor 23 Tahun 2011, zakat dikelola oleh BAZNAS sebagai lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional mulai dari pusat, provinsi, hingga tingkat kabupaten/kota. Tidak disebutkan spesifik mengenai ketentuan masjid sebagai UPZ.
“Kalau dikatakan masjid belum sebagai UPZ, tidak tepat. Karena selama ini masjid sudah mengumpulkan,” Kata Arif.
Sebelumnya Drs. H. Roziqi M. M, Ketua BAZNAS Jawa Timur mengimbau agar masjid-masjid segera membentuk UPZ (Unit Pengumpul Zakat).
Merespons pernyataan itu, Arif mengatakan jika masjid harus terdaftar menjadi UPZ, ia berharap BAZNAS tingkat kota/kabupaten membuat gerakan bersama untuk mengajak dewan masjid.
“Pembentukan UPZ itu harus jadi gerakan bersama. Jika masjid sebagai UPZ, BAZNAS kota harus aktif. Kalau perlu mengajak dewan masjid untuk bersama sama menjadikan masjid sebagai upz, terdaftar resmi, amilnya menjadi bagian (TERDATA),” tegasnya.
Beberapa pendengar Suara Surabaya turut menanggapi terkait masjid sebagai UPZ. Istilah yang dinilai masih asing terdengar.
“Apa yang disampaikan Kemenag soal UPZ itu tidak pernah sampai ke takmir-takmir masjid di kampung. Sama sekali gaung itu tidak terdengar,” ungkap Khoirul, takmir masjid.
Selain itu, masjid yang terdaftar sebagai UPZ dan langsung dibawah pengawasan BAZNAS juga masih diragukan penyaluran dananya akan tepat sasaran. Sehingga banyak yang lebih memilih menyalurkan zakatnya secara mandiri.
“Kita lebih mengetahui situasi dan kondisi tetangga kita,” tambah Khoirul.
“Pemerintah sekarang menganjurkan harus memberi laporan ke pusat, pertanyaannya apakah kita tidak boleh bagi zakat langsung? Sedangkan di kampung-kampung, saya pribadi lebih mengena zakat itu langsung ke yang bersangkutan. Saya lebih condong seperti itu, daripada melalui lembaga sekalipun itu di masjid. Sekarang ini banyak penyimpangan,” jelas Budi, pendengar saat mengudara di Suara Surabaya.
Hal serupa juga disampaikan Ida, pendengar Suara Surabaya yang mendukung pernyataan sebelumnya.
“Sangat-sangat setuju kalu memang uang zakat itu langsung kepada si penerima tidak melalui yang mana-mana,” tegas Ida.
Arif Affandi melihat penilaian masyarakat merupakan sebuah tantangan bagi pemerintah agar lebih responsif untuk membuat BAZNAS mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Ketika disinggung soal masjid yang terdaftar UPZ di Surabaya, dirinya mengaku belum tahu pasti ada tidaknya. Tetapi, sampai saat ini masjid-masjid masih melaksanakan pengelolaan zakat meski belum terdaftar UPZ.
“BAZNAS harus menyatukan gerakan dan sosialisasi untuk unit pengumpul zakat,” kata Arif. (lta/rst)