Polemik terkait kebijakan untuk menaikkan harga sampai dengan pemberian subsidi BBM yang dilakukan pemerintah, masih menjadi perbincangan hangat.
Pasalnya, kebijakan ini ternyata memicu kelangkaan BBM di lapangan sehingga merugikan masyarakat.
Sebelumnya, Alfian Nasution Direktur Utama Pertamina Patra Niaga menyebut adanya lonjakan konsumsi Pertalite yang terjadi sebesar 10 sampai 15 persen, meski hanya bersifat sementara.
“Kami yakin lonjakan ini hanya temporary (sementara) saja hanya 10 sampai 15 persen, kemudian kami yakin akan kembali normal,” ujarnya dilansir dari Antara, Selasa (5/4/2022).
Kebijakan tersebut juga mengundang beragam opini dari masyarakat. Bahkan, ada yang menyebut jika Pemerintah cenderung tidak mengikuti tren global soal penurunan harga, melainkan hanya mengikuti tren kenaikannya saja.
“Dalam hal ini seharusnya ada good coorporate governance. soal kenaikan harga harusnya pemerintah fair, kalau ada tren global turun ya diturunkan jangan cuma kalau ada kenaikan selalu dan wajib ikut naik terus,” tegas Utami Pendengar SS.
Menanggapi hal tersebut, Dyah Roro Esti Anggota Komisi VII DPR RI pada Radio Suara Surabaya, Jumat (8/4/2022) mengatakan, pihaknya telah meminta pemerintah untuk memberikan jalan keluar agar masyarakat tidak terbebani.
“Kebijakan Pertamax naik serta subsidi Pertalite dan Solar itu sebenarnya ada hubungannya dengan kenaikan minyak global. Tapi ada dampaknya, yaitu pembeli Pertamax banyak yang pindah ke Pertalite ataupun Solar dan akhirnya terjadi kelangkaan,” ucapnya.
Dyah yang juga Co Founder Indonesia Energy And Enviromental Institue menambahkan, kebijakan subsidi harus selalu dipertimbangkan. Jangan sampai masyarakat yang layak mendapatkan subsidi justru tidak bisa menikmati kebijakan tersebut.
“Malah kemarin saat Komisi VII ada kunjungan kerja ke salah satu SPBU di Jawa Barat, ada kendaraan yang bolak-balik mengisi BBM disitu sampai 10 kali sehari. Ini kita takutkan, nanti malah disalahgunakan dengan dijual pakai harga yang lebih tinggi,” ujarnya.
Sebelumnya Joko Widodo Presiden pada Selasa (5/4/2022) mengatakan, semua negara bahkan Amerika Serikat dan Eropa mengalami inflasi pada perekonomiannya. Salah satu pemicunya adalah perang Rusia melawan Ukraina, yang berujung sanksi larangan impor minyak Rusia.
Dyah Roro Esti menambahkan, bahwa Komisi VII DPR RI selalu berpihak kepada masyarakat terkait keterjangkauan harga. Namun, kenaikan harga yang terjadi pada Pertamax kali ini memang tidak bisa dihindari karena dampak kondisi global.
“Meskipun naik, tapi perlu diinformasikan bahwa di negara kita itu salah satu yang paling rendah untuk harga BBM-nya dibanding negara-negara lain di ASEAN,” terangnya.
Sebagai informasi, kuota BBM subsidi pada tahun ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebesar lima persen. Hal ini tentu sangat kontras dengan pemulihan perekonomian di Indonesia, setelah terkena dampak pandemi Covid-19 selama dua tahun terakhir.
Dyah menyampaikan, ada potensi penambahan kuota terkait hal ini karena selalu disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.
“Logikanya kalau permintaan konsumen meningkat, harusnya memang untuk kuota ada penambahan karena sistemnya selalu mengikuti,” tuturnya.
Sebelumnya, Arifin Tasrif Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada, Kamis (7/4/2022) memastikan, jika kuota bahan bakar minyak cukup saat Ramadan dan Idulfitri. Selain itu, Dia juga memberi sinyal adanya penambahan kuota hingga 10 persen sebagai bentuk antisipasi pemerintah.
PT Pertamina sendiri, mengaku telah membentuk satgas RaFi (Ramadan & Idulfitri) yang bertugas untuk mengantisipasi kelangkaan BBM yang dikhawatirkan terjadi pada beberapa waktu ke depan. (bil/ipg)