Glaukoma merupakan penyakit penyebab kebutaan kedua setelah katarak. Bedanya, jika katarak bisa disembuhkan melalui operasi, glaukoma tidak. Penyakit ini bisa menyebabkan pasien mengalami kebutaan permanen jika terlambat mendapat penanganan.
“Yang bisa dilakukan untuk mencegah kondisi ini adalah deteksi dini. Terutama untuk orang-orang yang memiliki faktor risiko, antara lain orang yang dalam keluarganya punya riwayat menderita glaukoma atau menderita minus tinggi,” kata dr. Yulia Primitasari, Sp.M(K) dalam Dokter TV Unair episode Dokter Edukasi, Jumat (18/3/2022).
Glaukoma kronis (menahun) biasanya tidak bisa dirasakan gejalanya bahkan sering tidak khas. Hanya timbul rasa penat atau tidak nyaman di mata.
Sedangkan beberapa gejala glaukoma akut ini antara lain penglihatan yang turun drastis. Kemudian mata merah yang seringkali diawali melihat lingkaran atau hallow di sekitaran sumber cahaya.
Sayangnya, orang dengan usia d iatas 50 tahun yang mengalami penyempitan pandangan, enggan datang periksa sampai mengalami mata kabur parah karena menganggapnya sebagai hal yang biasa. Padahal itu merupakan indikasi awal penyakit glaukoma.
“Pesan dari kami, lakukan pemeriksaan rutin mata 2-3 tahun sekali. Terutama saat usia di atas 40 tahun. Terutama kalau anda punya risiko-risiko penyakit yang mengganggu kesehatan mata,” sarannya.
Sering dianggap biasa, penyempitan pandangan ini bisa merenggut kemampuan penglihatan kapan saja.
“Glaukoma adalah si pencuri penglihatan. Karena seringkali penyakit ini muncul tanpa gejala dan tiba-tiba saja penglihatan hilang,” imbuhnya.
Yulia menyebut, penyakit ini merupakan kerusakan saraf penglihatan (saraf optik). Kerusakan saraf ini menimbulkan penyempitan lapang pandangan hingga menimbulkan lubang sangat kecil dan bisa berakhir kebutaan.
“Beberapa faktor resiko glaukoma antara lain peningkatan tekanan bola mata. Jika tekanan bola mata normal berada di angka 10-21 mmH20, pada pasien glaukoma, bisa sampai 30mmH20,” jelasnya.
Menurut Yulia peningkatan tekanan ini biasanya datang tidak serta merta. Melainkan butuh waktu bertahun-tahun. Seringkali gejalanya tidak dirasakan penderita. Biasanya, karena terlambat dideteksi, pupil optil sudah mengalami kerusakan sehingga lapang pandang terus menyempit.
Karenanya deteksi dini penting untuk mencegah kehilangan penglihatan. Orang yang menggunakan obat-obatan kortiku steroid dan memiliki obat-obatan kortiku steroid penyakit sistemik seperti diabetes, gagal ginjal kronis dan hipertensi juga rentan terhadap penyakit ini.
“Anjuran segera ini agar dokter bisa membantu menurunkan tekanan pada matanya hingga normal. Setelah itu kemudian dicari penyebab serangan pupil. Kalau primer dapat dilakukan tindakan laser atau pembedahan. Kalau sekunder dicari penyebabnya. Deteksi dini atau skrining bisa menyelamatkan penglihatan. Setelah terdeteksi, pasien diwajibkan agar disiplin dalam mengkonsumsi obat. Karena kepatuhan dalam mengkonsumsi obat ini sangat berpengaruh pada efektifitas pengobatan glaukoma,” pungkas Dokter Yulia.(tha/dfn/rst)