Emas melemah pada akhir perdagangan Senin (Selasa (29/3/2022) pagi WIB), di tengah tekanan dari imbal hasil obligasi pemerintah AS yang lebih tinggi dan dolar yang lebih kuat serta menjelang pembicaraan damai Rusia-Ukraina. Namun kekhawatiran atas inflasi membatasi penurunan logam kuning itu lebih jauh.
Kontrak emas paling aktif untuk pengiriman April di divisi Comex New York Exchange, jatuh 14,4 dolar AS atau 0,74 persen menjadi ditutup pada 1.939,80 dolar AS per ounce, memperpanjang penurunan akhir pekan lalu.
Pada Jumat (25/3/2022), emas berjangka melemah 8,0 dolar AS atau 0,41 persen menjadi 1.954,20 dolar AS, setelah melonjak 24,9 dolar AS atau 1,29 persen menjadi 1.962,20 dolar AS pada Kamis (24/3/2022), dan terangkat 15,8 dolar AS atau 0,82 persen menjadi 1.937,30 dolar AS pada Rabu (23/3/2022).
Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun yang dijadikan acuan mencapai level tertinggi sejak April 2019 pada hari itu, didukung oleh taruhan kenaikan suku bunga agresif oleh Federal Reserve untuk melawan inflasi yang melonjak.
Meskipun emas dianggap terlindungi nilai inflasi, kenaikan suku bunga AS meningkatkan peluang kerugian memegang emas yang tidak memberikan imbal hasil.
Namun, pelemahan emas dibatasi karena kekhawatiran inflas i, kata Jim Wycoff, analis senior di Kitco Metals.
“Setiap kali kita mengalami tekanan inflasi seperti yang kita lihat sekarang, sejarah menunjukkan bahwa pasar logam telah dicari dan saya menduga itu akan terus terjadi.”
Sementara di akhir perdagangan yang sama, harga minyak global anjlok sekitar tujuh persen, setelah pusat keuangan China Shanghai meluncurkan penguncian untuk mengekang lonjakan infeksi Covid-19, memicu kekhawatiran baru akan kehancuran permintaan.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei tergelincir 8,17 dolar AS atau 6,8 persen, menjadi menetap di 112,48 dolar AS per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman April merosot 7,94 dolar AS atau sekitar 7,0 persen, menjadi ditutup di 105,96 dolar AS per barel.
Minyak mentah berjangka telah bergejolak sejak invasi Rusia ke Ukraina pada akhir Februari. Pekan lalu, Brent melonjak hampir 12 persen, sementara WTI terangkat hampir 9,0 persen.
Shanghai telah memasuki penguncian dua tahap dari 26 juta orang pada Senin (28/3/2022) dalam upaya untuk mengekang penyebaran COVID-19. Para pejabat menutup jembatan dan terowongan serta membatasi lalu lintas jalan raya.
“Ketakutan bahwa penguncian dapat menyebar dikombinasikan dengan likuidasi yang lama telah mengakibatkan penurunan pasar lebih lanjut,” kata Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates di Houston.
Permintaan minyak di China, importir minyak mentah terbesar secara global, diperkirakan 800.000 barel per hari (bph) lebih rendah dari biasanya pada April, kata Bjarne Schieldrop, kepala analis komoditas di bank SEB.
Harapan untuk kemajuan dalam negosiasi damai antara Rusia dan Ukraina, yang dapat dimulai di Turki pada Selasa, juga membebani harga.
Namun, analis memperkirakan sentimen lebih bullish ketika Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, secara kolektif dikenal sebagai OPEC+, bertemu pada Kamis (31/3/2022) untuk membahas rencana peningkatan 432.000 barel per hari pada kuota produksi.
OPEC+ kemungkinan akan tetap pada rencananya untuk peningkatan moderat dalam produksi minyaknya pada Mei, beberapa sumber yang dekat dengan kelompok itu mengatakan, meskipun ada lonjakan harga karena krisis Ukraina dan permintaan dari konsumen untuk pasokan lebih banyak.(ant/dfn)