Sabtu, 23 November 2024

OJK Ingatkan BPRS Segera Penuhi Modal Inti

Laporan oleh Anggi Widya Permani
Bagikan
Evaluasi Kinerja, Feed Back Pengawasan dan Capacity Building BPRS 2018, di Batu, Rabu (28/11/2018). Foto: Anggi suarasurabaya.net

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan segera menerbitkan regulasi tentang Penerapan Manajemen Risiko dan Penerapan Tata Kelola bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).

Hal ini untuk meningkatkan kinerja BPRS, melindungi pemangku kepentingan (stake holder) dan meningkatkan kepatuhan BPRS terhadap perundang-undangan serta nilai-nilai etika yang berlaku umum pada perbankan.

Heru Cahyono Kepala OJK Regional 4 Jawa Timur mengatakan, salah satu konsen yang dimuat dalam regulasi yaitu terkait dengan pentingnya modal bank sebagai risk buffer dan pemenuhan ketentuan permodalan. Di mana modal inti Bank Perkreditan Rakyat (BPR) maupun BPR Syariah pada 2019 mendatang, harus terpenuhi minimal Rp3 miliar.

Ketentuan modal inti tersebut dimaksudkan agar menjadi penyangga risiko (risk buffer) BPRS dalam menjalankan kegiatan usahanya. Dalam Pasal 13 POJK dijelaskan, modal inti minimum BPRS ditetapkan sebesar Rp6 miliar dengan tiga ketentuan. Pertama, BPRS dengan modal inti kurang dari Rp 3 miliar wajib memenuhi modal inti minimum sebesar Rp 3 miliar paling lambat pada 31 Desember 2020.

Selanjutnya, BPRS tersebut wajib memenuhi modal inti minimum sebesar Rp6 miliar paling lambat pada 31 Desember 2025. Selain itu, BPRS dengan modal inti paling sedikit Rp3 miliar tetapi kurang dari Rp6 miliar wajib memenuhi modal inti minimum sebesar Rp6 miliar paling lambat pada 31 Desember 2020.

“Ketentuan ini diberlakukan untuk memperkuat daya tahan BPR terhadap tantangan. Kalau modalnya kuat, pertahanan juga kuat, ekspansinya pasti juga kuat,” kata Heru, dalam Evaluasi Kinerja, Feed Back Pengawasan dan Capacity Building BPRS 2018, di Batu, Rabu (28/11/2018).

Heru menambahkan, bagi BPR yang modal intinya masih di bawah 3 miliar, serta tidak memungkinkan memenuhi modal inti dalam waktu dekat, otoritas menyarankan untuk dilakukan merger (penyatuan). Untuk itu, dia berharap agar BPRS dapat mengantisipasi dan mengupayakan sejak dini kewajiban pemenuhan modal inti pada akhir tahun 2020.

“Paling lambat tahun 2022 mendatang semua BPR modal intinya harus memenuhi. Terutama BPRS yang modal inti kurang dari Rp3 miliar maupun kurang dari Rp6 miliar. Kalau tidak, sanksinya penghentian salah satu kegiatan operasional bank. BPRS harus segera mempersiapkan infrastruktur yang memadai. Terutama terkait dengan peningkatan kompetensi Sumber Daya Insani, kecukupan Kebijakan dan Prosedur serta kesiapan Teknologi dan Sistem Informasi,” jelasnya.

Sementara itu Sotarduga Napitupulu Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan OJK menambahkan, saat ini Jatim memiliki 29 BPRS. Delapan di antaranya memiliki modal inti di bawah Rp3 miliar, dan 7 BPRS memiliki modal inti di atas Rp3 miliar. Sementara sisanya, sudah memiliki modal inti di atas Rp6 miliar.

Dia optimistis, dengan rentang waktu yang masih panjang ini seluruh BPRS yang modal intinya masih di bawah Rp3 miliar ataupun Rp6 miliar bisa segera memenuhi ketentuan. Sebab, dia menilai potensi BPRS di Jatim cukup besar. Ini dilihat hari kinerja pada triwulan III, BPRS yang mampu bersaing di atas bank konvensional.

“Dengan waktu yang masih cukup panjang, kita optimis BPRS tersebut mampu memenuhi ketentuan yang ada. Jika tidak bisa kita sarankan mereka untuk merger,” pungkasnya. (ang/dim)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs