Sabtu, 23 November 2024

OJK Tegaskan Sistem Keuangan Nasional Masih Stabil

Laporan oleh Anggi Widya Permani
Bagikan
Heru Cahyono Kepala OJK Regional 4 Jawa Timur (tengah). Foto: Anggi suarasurabaya.net

Heru Cahyono Kepala OJK Regional 4 Jawa Timur mengatakan, meskipun kondisi perekonomian global masih penuh dengan ketidakpastian, sistem keuangan Indonesia masih stabil dan terjaga dengan baik. Hal itu tercermin dari ketahanan perbankan yang masih kuat dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 23,33 persen.

Apalagi kondisi likuiditas saat ini, kata dia, juga masih tergolong ample atau memadai di tengah volatilitas pasa keuangan. Terlihat dari LDR sebesar 93,39 persen, rasio AL/NCD lebih dari 100 persen, dan rasio AL/DPK lebih dari 20 persen.

Selain itu, intermediasi perbankan juga masih positif dengan pertumbuhan kredit sebesar 12,65 persen (yoy), risiko kredit yang masih manageable dengan rasio NPL/F 2,66 persen dan pertumbuhan DPK juga masih positif sebesar 6,57 persen (yoy).

“Ketidakpastian ekonomi global itu akibat ekspektasi pasar terhadap kenaikan Federal Fund Rate (FFR), perkembangan intensitas perang dagang (trade war) antara Amerika dan Tiongkok, ataupun krisis yang mengancam beberapa negara emerging market. Meski demikian, kondisi ekonomi Indonesia masih stabil, terutama perbankan,” kata Heru, dalam Evaluasi Kinerja, Feed Back Pengawasan dan Capacity Building BPRS 2018, di Batu, Rabu (28/11/2018).

Perekonomian Jatim pada Triwulan III 2018, lanjut dia, tercatat tumbuh sebesar 5,40 persen (yoy). Angka tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yakni 5,17 persen dengan tingkat inflasi sebesar 2,75 persen lebih rendah dibandingkan inflasi nasional 3,16 persen.

Sejalan dengan hal tersebut, sektor jasa keuangan di Jatim juga mencatatkan kinerja yang positif, antara lain tercermin dari peningkatan volume usaha perbankan sebesar 6,28 persen (yoy) yang ditopang oleh pertumbuhan DPK sebesar 7,82 persen (yoy) dan kredit atau pembiayaan 10,67 persen (yoy).

Di antara kinerja positif perbankan di Jatim, bank syariah ternyata mampu menunjukkan eksistensinya dengan mencatatkan pertumbuhan volume usaha sebesar 16,12 persen (yoy), DPK 13,84 persen (yoy) dan Pembiayaan 18,02 persen (yoy).

“Pertumbuhan tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan perbankan di Jawa Timur. Sehingga menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat Jatim terhadap perbankan syariah mengalami peningkatan yang signifikan,” jelasnya.

Dengan demikian, perbankan syariah di Jatim harus lebih berupaya meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan pembiayaan. Mengingat risiko kredit perbankan syariah cenderung meningkat secara signifikan yang ditandai dengan peningkatan rasio NPF dari 2,74 persen pada triwulan III 2017 menjadi 5,23 persen pada triwulan III 2018.

Sebagai bagian dari sistem keuangan di Indonesia, industri perbankan syariah khususnya BPRS tidak lepas dari berbagai tantangan yang dihadapi. Mulai dari tantangan yang dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro, maupun tantangan-tantangan lain yang muncul akibat dari persaingan usaha serta meningkatnya tuntutan regulasi.

Heru menekankan, bahwa BPRS di Jatim harus mampu lebih adaptif dan kreatif dalam menyusun berbagai strategi bisnis. Baik strategi dalam menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat maupun menjalankan kegiatan operasional bank seefektif dan seefisien mungkin.

“Semakin meluasnya pelayanan disertai peningkatan volume usaha BPRS maka semakin meningkat pula risiko BPRS sehingga mendorong kebutuhan terhadap Penerapan Manajemen Risiko oleh BPRS,” kata dia. (ang/bid)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
28o
Kurs