Agus Hebi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya mengatakan pengelolaan air limbah rumah tangga di Surabaya belum maksimal. Meski instalasi pengolahan air limbah (IPAL) telah disediakan di beberapa titik di Surabaya, bahkan dengan adanya Perda nomor 12 tahun 2016 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Air Limbah, pengolahannya juga belum maksimal.
“Kita sudah punya Perda nomor 12 tahun 2016 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Air Limbah yang juga mengatur air dari rumah tangga. Kita punya IPAL komunal di beberapa titik tetapi tidak signifikan dalam pengelolaan air limbah rumah tangga,” kata Hebi saat dihubungi Suara Surabaya, Selasa (22/6/2022) sore.
Dalam Pasal 28 Perda tersebut disebutkan, Wali Kota melakukan pembinaan terhadap pengendalian air limbah dari limbah rumah tangga antara lain melalui di antaranya membangun sarana dan prasarana pengelolaan air limbah, mendorong masyarakat menggunakan septiktank yang sesuai dengan persyaratan sanitasi, mendorong swadaya masyarakat dalam pengelolaan air limbah rumah tangga dan membentuk kelompok swadaya masyarakat (KSM) dan/atau kader kader masyarakat dalam pengelolaan air limbah rumah tangga
Lalu mengembangkan mekanisme percontohan, melakukan penyebaran informasi dan/atau kampanye pengelolaan air limbah rumah tangga dan terakhir menyelenggarakan pelatihan, mengembangkan forum-forum bimbingan dan/atau konsultasi teknis dalam bidang pengendalian air limbah pada sumber air dari limbah rumah tangga.
Dia menambahkan, akibat pengelolaannya yang belum baik menyebabkan air limbah rumah tangga yang masuk ke badan air dalam kondisi kotor.
Hebi menjelaskan, di sekitar tahun 2000an Surabaya punya plan khusus untuk pengelolaan air limbah rumah tangga. Namun tidak jalan terkendala ongkos pengadaan proyek yang terlalu besar dan izin tanah warga.
“Kalau gak salah ada percontohannya di Peneleh tahun 2000an tapi belum ada realisasi karena terkendala harus lewat tanah warga dan orang-orang gak mau dibongkar tanahnya,” jelasnya.
Saat instalasi pengolahan air limbah rumah tangga disodorkan kepada investor, mereka juga keberatan karena kontur Kota Surabaya yang flat (datar).
“Biasanya investor mau tapi bukan yang tanahnya flat jadi harus membutuhkan pompa untuk aliran limbah. Cost yang dikeluarkan lebih besar. Kemarin kita juga sudah sounding-sounding tapi kendalanya tanah flat dan kalau nanti nyenggol tanah orang lain gegerane dowo (masalahnya panjang),” ujarnya.(dfn/ipg)