Sabtu, 23 November 2024

Eni Saragih Didakwa Menerima Gratifikasi untuk Biaya Pilkada Suaminya

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Eni Maulani Saragih mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI (hijab kuning), bersiap menjalani sidang perdana kasus korupsi Proyek PLTU Riau-1, Kamis (29/11/2018), di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: Farid suarasurabaya.net

Eni Maulani Saragih mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, didakwa menerima gratifikasi berupa uang sebanyak Rp5,6 miliar dan 40 ribu Dollar Singapura dari beberapa direktur dan pemilik perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas (migas).

Dakwaan perkara korupsi itu dibacakan Tim Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), siang hari ini, Kamis (29/11/2018), di Pengadilan Tipikor Jakarta yang ada di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Menurut Jaksa KPK, wakil rakyat dari Partai Golkar daerah pemilihan Jawa Timur X (Lamongan-Gresik) itu, sedikitnya empat kali menerima gratifikasi.

Antara lain sebanyak Rp250 juta dari Prihadi Santoso ‎Direktur PT Smelting, dari Herwin Tanuwidjaja Direktur PT One Connect Indonesia (OCI) sejumlah Rp100 juta dan 40 ribu Dollar Singapura.

Kemudian, Rp5 miliar dari Samin Tan Pemilik PT Borneo Lumbung ‎Energi dan Metal, serta Rp250 juta lagi dari Iswan Ibrahim Presiden Direktur PT ISARGAS.

Menurut Jaksa KPK, sejumlah uang gratifikasi yang diperoleh Eni digunakan untuk biaya pemenangan Al Khadziq suaminya yang ikut Pilkada sebagai Bupati Temanggung periode 2018-2023.

Karena menerima gratifikasi, Eni selaku penyelenggara negara didakwa melanggar Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang‎ tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Sebelumnya, Eni Saragih didakwa menerima suap Rp4,7 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo Pemegang Saham Blackgold Natural Resources Limited, terkait proyek pembangunan mulut tambang PLTU Riau-1.

Uang itu diduga pelicin supaya perusahaan swasta tersebut mendapat jatah pengerjaan proyek Independent Power Produce PLTU mulut tambang Riau-1, bersama PT Pembangkitan Jawa-Bali Investasi (PJBI), dan China Huadian Engineering Company Limited.

Atas perbuatannya, Eni didakwa melanggar ‎Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. (rid/tin)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
31o
Kurs