Jumat, 22 November 2024

KAI Minta Pemerintah Ikut Tingkatkan Keselamatan di Perlintasan KA

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Polres Blitar memasang papan peringatan pada 13 Februari 2022 di perlintasan yang sirine-nya tidak berfungsi. Sampai minggu (27/2/2022) masih belum ada perbaikan. Foto: Chusna via WA SS

PT Kereta Api Indonesia (Persero) menyesalkan insiden kecelakaan lalu lintas antara Bus Harapan Jaya dan Kereta Api Dhoho (Blitar-Kertosono) yang terjadi di perlintasan tidak terjaga antara Stasiun Tulungagung dan Ngujang, Minggu (27/2/2022) pagi.

Joni Martinus VP Public Relations KAI mengatakan, KAI akan segera menutup perlintasan tersebut untuk meningkatkan keselamatan perjalanan kereta api. Namun demikian, KAI juga meminta pemerintah meningkatkan keselamatan perjalanan di perlintasan sebidang sesuai kewenangannya.

“KAI berharap seluruh pihak proaktif dan bersama-sama menjalankan tugas sesuai kewenangannya masing-masing untuk meningkatkan keselamatan perjalanan kereta api mau pun para pengguna jalan itu sendiri,” kata Joni dalam keterangannya hari ini di Jakarta.

Menurut Joni, rendahnya kedisiplinan pengguna jalan, berdampak pada masih tingginya jumlah kecelakaan di perlintasan sebidang antara pengguna jalan dan kereta api.

Berdasarkan data KAI, sepanjang tahun 2021, terjadi 271 kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang kereta api, mengakibatkan 67 orang meninggal dunia dan 92 orang luka.

Sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Pasal 94 ayat 2 berbunyi penutupan perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

Kemudian, sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 94 Tahun 2018 Pasal 2, pihak yang bertanggungjawab atas pengelolaan jalan yang berpotongan dengan jalur kereta api adalah pemilik jalannya.

Rinciannya, untuk jalan nasional penanggungjawabnya menteri. Gubernur bertanggung jawab untuk jalan provinsi, Bupati/Wali Kota untuk jalan kabupaten/kota dan jalan desa, dan Badan hukum atau lembaga untuk jalan khusus yang digunakan badan hukum atau lembaga.

Kemudian pada Undang-Undang 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 114 menyatakan pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib; berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai di tutup dan atau ada isyarat lain, mendahulukan kereta api, dan memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintas rel.

Faktor lainnya mengenai perlintasan sebidang yang tidak dijaga, Pemerintah Daerah melalui Dishub serta Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kemenhub bersama KAI perlu melakukan audit untuk memitigasi risiko sehingga ada solusi jangka pendeknya.

“Sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 94 Tahun 2018 Pasal 3, KAI berhak menutup perlintasan sebidang yang tidak terdaftar, tidak dijaga, dan/atau tidak berpintu yang lebarnya kurang dari dua meter,” ujarnya.

Warga memasang papan peringatan di perlintasan kereta api di Desa Pasirharjo Talun Blitar, Minggu (27/2/2022). Di desa ini ada tiga perlintasan yang sirinenya tidak berfungsi. Foto: Chisna via WA SS

Lebih lanjut, pada Tahun 2021 KAI menutup 311 perlintasan sebidang liar dalam rangka normalisasi jalur kereta api.

Sekarang tercatat ada 3.105 perlintasan sebidang antara jalur kereta api dengan jalan. Dari jumlah itu, sekitar 54 persen atau 1.696 merupakan perlintasan liar atau tidak terjaga.

KAI juga terus melakukan sosialisasi keselamatan berlalu lintas di perlintasan sebidang. Pada tahun 2021 telah dilakukan 77 sosialisasi di berbagai daerah bersama para pemangku kepentingan.

“KAI berharap, kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang terus ditekan melalui peran masing-masing pihak sesuai kewenangannya dan peningkatan kedisiplinan para pengguna jalan saat berlalu lintas,” katanya.

Sekadar informasi, akibat kecelakaan Kereta Api Dhoho tersebut terjadi kerusakan sarana kereta api berupa kereta penumpang, lokomotif, serta keterlambatan perjalanan KA.

KAI juga turut berduka atas adanya korban jiwa dan luka yang dialami para penumpang Bus akibat kelalaian pengemudi bus.

Joni menambahkan KAI akan menuntut pengusaha bus akibat kerugian yang dialami KAI.

Pada UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Pasal 124 menyatakan pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.

“Seluruh pengguna jalan harus mendahulukan perjalanan kereta api saat melalui perlintasan sebidang. Hal tersebut sesuai UU 23 tahun 2007 tentang perkeretaapian dan UU 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,” pungkas Joni.

Sementara itu, Djoko Setijowarno Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengatakan kecelakaan rombongan Bus Pariwisata biasanya akibat pengemudi tidak paham dengan rute yang akan dilalui karena bukan pramudi tetap/pegawai di PO tersebut.

PO tidak memiliki Risk Journey yang dijadikan panduan pramudi ketika akan berangkat ke suatu tujuan. Hal itu mengakibatkan pengemudi tidak paham Road Hazard Mapping pada rute yang akan dilalui.

Tidak ada tata cara mengemudi bus convoy/rombongan di jalan, sehingga pramudi cenderung selalu ingin lebih cepat sampai tujuan tanpa memperhatikan keselamatan.

“Hal itu akan diperparah jika penumpang juga meminta pengemudi agar bus mereka paling duluan sampai di tujuan,” katanya.(ant/iss/rid)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
26o
Kurs