Semua anak adalah kelompok rentan yang menerima risiko adanya pandemi Covid-19, mulai dari ancaman terpapar sampai pada kehilangan orang tua yang meninggal karena Covid-19.
“Potensi kehilangan orang tua sangat tinggi, menjadi yatim piatu karena kehilangan orang tua yang meninggal. Angkanya tinggi lebih dari 35 ribu anak jadi yatim piatu karena Covid-19, ini data per 22 Februari 2022,” kata Zubaedi dari Safe The Children, pada forum Editor Meeting tentang “Tantangan Isu Perlindungan Anak selama Pandemi Covid-19,” yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pada Kamis (24/2/2022).
Orang tua yang mengalami penurunan pendapatan atau bahkan kehilangan pekerjaan mempengaruhi pola asuh pada anak-anak.
Pada kelompok lain menujukkan, Covid-19 memaksa anak-anak kehilangan masa pendidikan, karena tuntutan ekonomi anak tidak bisa sekolah bahkan ikut bekerja bersama orang tua.
“Di lokasi perkebunan, karena sekolah daring 40 persen anak di ajak ke kebun untuk bekerja. Pekerja anak di Kebun Kakau misalnya, mereka menghilangkan kesempatan untuk sekolah. Selain itu anak juga berisiko terpapar Covid-19 atau dampak penyakit lain karena bekerja di kebun. Ada situasi anak harus melakukan hal-hal yang dikategorikan bahaya untuk anak, misalnya risiko cidera atau sakit. Penyemprotan tanaman tanpa pelindung, mencuci alat tajam yang berisiko pada kesehatannya dan rawan terpapar. Termasuk bisa jadi dengan alasan melatih anak-anak berkebun mereka bekerja lebih dari 3 jam, itu di atas batas kemampuan anak-anak,” kata Zubaedy.
Dia mengingatkan, agar anak-anak jangan dilihat ketika sudah menjadi korban namun masyarakat diminta memahami risiko dan indikasi yang akan mengarah ke bahaya.
“Agar semua bisa dicegah,” tegasnya.
Pada anak-anak yang terdampak Covid-19, sampai pada kehilangan orang tua pengamatan yang dilakukan baik oleh Safe The Children maupun Unicev, ditemukan kasus di mana anak-anak mengalami kecemasan yang meningkat, menyendiri, sampai pada depresi.
“Anak-anak merasa depresi dan merasa tidak ingin melakukan apapun, isolasi sosial juga mempengaruhi tumbuh kembang anak, karantina mengganggu anak-anak karena tidak bisa bermain dengan teman. Makin lama masalah-masalah ini jika tidak tertangani dengan baik akan menjadi masalah bagi anak. Kita akan menghadapi tahun-tahun yang hilang dari pertumbuhan anak-anak kita karena pandemi covid-19,” kata Milen Kidane, Kepala Perlindungan Anak UNICEF Indonesia.
Sementara Zubedy menambahkan, dari layanan holtine yang dimiliki lembaganya ditemukan kasus keresahan pada anak, kebingungan, kesulitan beradaptasi, kesedihan sampai pada keingian bunuh diri.
Masih tentang layanan pengaduan, Nahar Deputi Perlindungan Khusus Anak dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) mengaku pihaknya sering mendapatkan laporan dari berbagai kanal diantaranya media sosial.
“Apapupun yang dilaporkan akan kami respon, sekalipun anonim kami tidak diam, dan kami tindak lanjuti. Misalnya pada kasus kekerasan seksual yang dilakukan ayah kandung, pada pelapor yang anomim kami tindak lanjuti, tentunya jika itu ada unsur pidana kami bekerjasama dengan Bareskrim, dan Kominfo untuk penelusuran informasi. Kadang ada WA yang tidak pasti daerahnya dimana, tapi kami bekerjasama dengan beberapa pihak untuk menemukan kasusnya, dan menindak lanjuti,” terang Anwar.
Dalam forum yang dihadiri peserta berbagai media, Milen mengatakan agar media dan semua pihak tidak hanya fokus pada data.
“Jangan hanya melihat data dan angka, karena dibalik angka yang kita bahas ada jeritan anak-anak yang patut kita dengarkan. Setiap kasus yang kita dengarkan itu menunjukkan kejadian yang sebenarnya. Kepada orang tua yang ragu dan merasa tidak sehat secara fisik maupun mental karena dampak pandemi, sebaiknya minta bantuan jangan sampai berdampak pada pola asuh kepada anak, sehingga mendorong anak-anak ke sisi gelap. Misalnya ke internet atau penanganan masalah yang negatif,” terang Milen.
Selain itu, mengirim atau menitipkan anak-anak ke tempat lain karena orang tua terpapar covid-19 atau meninggal dunia juga harus hati-hati.
“Kami memantau pergerakan anak yang kehilangan orang tua, dengan siapa dan melakukan apa, kami terus pantau agar anak terhindar dari korban kekerasan dan eksploitasi,” kata Anwar.
Persoalan perlindungan anak butuh kolobaroasi dan kerelaan semua orang untuk memberi perhatian lebih, termasuk media yang menyuarakan tentang upaya perlindungan dan pencegahan kekerasan. Isu perlindungan anak kata narasumber, harus menjadi isu dan perhatian yang serius dari berbagai kalangan, baik pemerintah, lembaga sosial masyarakat dan media. (rst)