Jumat, 22 November 2024

Jatim Bakal Menambah Luas Tanam Kedelai Lebih dari 98 Ribu Hektare

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
lahan-kedelai-di-bojonegoro Ilustrasi. Salah satu lahan kedelai di Bojonegoro, Jawa Timur. Foto: Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi)

Hadi Sulistyo Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jatim menyebutkan, dalam waktu dekat Jawa Timur akan mengembangkan luas tanam untuk kacang kedelai mencapai lebih dari 98 hektare.

“Dari Kementan (Kementerian Pertanian) di Jawa Timur, kemarin sudah ada pengembangan kedelai seluas 11 ribu hektare. Itu (petani, red) diberi bantuan dari pemerintah sebagai stimulan, baik berupa benih, pupuk hayati, juga pupuk subsidi NPK,” ujarnya.

Selain pengembangan 11 hektare itu, dalam waktu dekat ini, kata Hadi, Kementan juga menunjuk Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk mengondisikan pengembangan lahan tanam kedelai seluas 87.500 hektare yang nantinya akan dibiayai dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

“Jadi, dengan adanya penambahan luas tanam dan bantuan dari pemerintah ini, diharapkan bisa menarik minat para petani kedelai di Jatim untuk mulai tumbuh kembali,” kata Hadi ketika mengudara di Radio Suara Surabaya, Rabu (23/2/2022).

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Hadi menyebutkan luas panen kacang kedelai di Jawa Timur saat ini 39 ribu hektare, tersebar di sejumlah kabupaten seperti Bojonegoro, Jember, Kediri, Blitar, Trenggalek, Lamongan, dan Nganjuk.

Dengan adanya rencana penambahan luas tanam kedelai ini, setidaknya luas panen tanaman kacang kedelai nantinya bisa mencapai 137 ribu hektare. Tujuannya, untuk mencukupi kebutuhan konsumsi kedelai masyarakat yang selama ini tidak terpenuhi oleh hasil produksi kedelai lokal.

Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim, pada 2022 ini kebutuhan konsumsi kedelai masyarakat tercatat mencapai 267 ribu ton. Sedangkan produksi kedelai lokal dari sejumlah sentra kedelai itu hanya mencapai 70 ribu ton.

Selain kapasitas produksinya, kedelai lokal selama ini kalah bersaing dengan kedelai impor karena tampilan kedelainya yang tidak lebih menarik dari kedelai impor. Menurut Hadi, kedelai impor memiliki biji yang lebih besar, yang lebih digemari oleh ibu-ibu yang biasa berbelanja tempe di pasar.

Hadi mengatakan, sebenarnya berkaitan riset rekayasa genetika untuk varietas terbaru, Balitbang Pertanian Kementerian Pertanian sudah melakukannya. Salah satu hasilnya, kedelai yang harusnya merupakan tanaman sub tropis saat ini bisa menjadi tanaman tropis.

“Tapi karena kedelai ini nantinya untuk konsumsi, tentunya sangat detail sekali untuk keamanan pangannya. Kalau untuk konsumsi itu enggak bisa semudah itu (rekayasa genetikanya), kemudian dilempar ke masyarakat. Kalau ada apa-apa di masyarakat terkait masalah keamanan pangan bagaimana? Tapi yang jelas penelitian seperti itu sudah dilakukan Kementan,” ujarnya.(den)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs