Sabtu, 23 November 2024

Kadin Jatim Menilai Pemerintah Kurang Serius Wujudkan Swasembada Kedelai Nasional

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Adik Dwi Putranto Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur. Foto: Kadin Jatim

Adik Dwi Putranto Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur menilai polemik fluktuasi harga kedelai impor yang mengakibatkan gejolak di masyarakat, seharusnya tidak terulang jika pemerintah serius dalam mewujudkan program swasembada kedelai dalam negeri.

Saat ini, harga kedelai impor kembali melonjak menjadi Rp11.000 per kilogram, naik dari harga normal sekitar Rp9.000 per kilogram. Akibatnya, terjadi gejolak pada pengrajin tahu dan tempe hingga mereka melakukan aksi mogok produksi.

“Ini karena Pemerintah tidak serius dalam mewujudkan swasembada kedelai nasional. Padahal swasembada pangan adalah hal mutlak yang harus dicapai oleh sebuah negara untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri,” tegas Adik Dwi Putranto dalam keterangan tertulis di Surabaya, Senin (21/2/2022).

Seharusnya, komitmen untuk mewujudkan swasembada kedelai diwujudkan dengan membuat peta besar peningkatan produksi kedelai nasional secara terukur. Namun dari data yang ada menunjukan produksi kedelai dalam negeri justru terus menurun. Di Jawa Timur misalnya, pada tahun 2018 produksi kedelai Jatim mencapai sekitar 240 ribu ton, tahun 2019 turun menjadi sekitar 120 ribu ton. Dan di tahun 2020 produksi kedelai bertambah turun menjadi 57.235 ton, padahal konsumsi kedelai Jatim tahun 2020 mencapai mencapai 447.912 ton.

“Artinya, program swasembada kedelai yang didengung-dengungkan pemerintah tidak jalan. Produksi kedelai justru semakin turun dan defisit kian tinggi. Harusnya, pemerintah memiliki strategi yang terukur melalui peningkatan produksinya dalam setiap tahun,” ujarnya.

Apalagi pemerintah sebenarnya memiliki balai penelitian yang seharusnya mampu menemukan varietas kedelai yang bisa ditanam di negara tropis dengan tingkat produktivitas yang tinggi.

“Pertanyaan saya, dalam situasi yang sampai sekarang belum mencapai swasembada kedelai, apakah balai penelitian tersebut sudah menemukan varietas yang seperti itu melalui rekayasa genetika?,” tanya Adik mengambang.

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang ini mengatakan, sebenarnya di Jember ada satu perusahaan lokal yang sudah berhasil mengembangkan kedelai dengan kualitas dan produktivitas yang hampir menyerupai kedelai impor.

“Kedelai ini kan tanaman tropis, sehingga produktivitasnya rendah jika ditanam di Indonesia. Jika di Amerika produktivitas tanaman kedelai bisa mencapai 5 ton per hektare, maka di Indonesia produktivitasnya hanya mencapai 1,3 ton hingga 1,5 ton per hektare. Dengan rekayasa pembenihan, maka produktivitas benih kedelai yang dihasilkan oleh perusahaan lokal di jember ini bisa mencapai 3 ton hingga 3,2 ton per hektare,” katanya.

Namun dukungan dari pemerintah untuk menyebarluaskannya masih belum terlihat. Menurut Adik harusnya dari varietas yang ditemukan tersebut, ada upaya kerjasama dan dukungan dengan membuat demplot varietas kedelai tersebut di berbagai daerah di seluruh Indonesia.

“Dari sini, pemerintah juga harus memberikan pendampingan yang serius agar petani mau dan paham bagaimana menanam kedelai dengan baik. Karena jika kondisi seperti ini terus dibiarkan, maka saya yakin kita akan sepenuhnya tergantung pada kedelai impor,” tegasnya.(iss/ipg)

 

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
35o
Kurs